REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Indef Didik J. Rachbini menyampaikan pandangan kritis almarhum Faisal Basri dalam diskusi publik sekaligus peresmian Ruang Baca Faisal Basri bertajuk "Merekam Gagasan Faisal Basri". Didik memaparkan lima catatan penting yang menjadi warisan pemikiran Faisal terkait ekonomi dan politik Indonesia.
"Pertama, dalam pikiran Faisal Basri, ekonomi itu substansinya adalah politik," ujar Didik saat diskusi publik dan peresmian Ruang Baca Faisal Basri di Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Dalam pandangan Faisal, ucap Didik, politik saat ini tidak mampu menghasilkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada pemerataan dan kesejahteraan rakyat. Didik menyampaikan Faisal memandang pemerataan dan kerakyatan hanya menjadi jargon.
"Menurutnya (Faisal) lagi, kebijakan ekonomi itu hanya derivasi dari kebijakan politik. Itu yang menyebabkan dia keluar dari partai PAN karena tidak percaya lagi kepada para politisi," ucap Didik.
Faisal, lanjut Didik, juga menyebut politik uang yang mewabah telah melahirkan kondisi yang disebutnya sebagai 'demokrasi najis'. Didik menyebut Faisal menilai tidak ada lagi kontrak politik yang jelas.
"Semua pihak telah terjebak dalam perselingkuhan politik yang dianggap wajar," lanjut Didik.
Kedua, sambung Didik, Faisal menyatakan pertumbuhan ekonomi lima persen merupakan pertumbuhan yang kurang berbasis pada model jangka menengah panjang. Pertumbuhan tersebut tidak berbasis jangka menengah panjang dan minim nilai tambah serta inovasi.
"Sehingga untuk mencapai angka tujuh persen sampai delapan persen pertumbuhan akan sangat susah. Pertumbuhan industri juga dikritik terus menerus turun," ucap Didik.
Ketiga, ucap Didik, Faisal menilai banyak pos pengeluaran yang tidak efisien. Didik menyampaikan kebijakan pemotongan anggaran saat ini sudah tepat, tapi tidak tepat pada obyek anggaran yang dipotong.
"Seharusnya dicari pengeluaran yang benar-benar tidak efisien, itu yang dipotong," ungkap Didik.
Keempat, Didik mengatakan Faisal selalu menyoroti lemahnya daya saing Indonesia. Faisal kerap membandingkan daya saing Indonesia yang tertinggal dari Vietnam.
"Vietnam pertumbuhan tujuh persen sampai 7,5 persen, tetapi punya dasar investasi dan inovasi yang masuk kuat, tanah tersedia, dan semua urusan investor lancar. Di sini, urusan tanah bisa bertele-tele," kata Didik.
Terakhir, Didik menyampaikan pandangan Faisal yang memandang sektor perbankan hanya fokus menyelamatkan diri sendiri. Didik berharap gagasan dan pemikiran Faisal Basri terus menjadi rujukan untuk membangun Indonesia yang lebih baik.