Sabtu 03 Oct 2015 17:39 WIB

Perang Urat Saraf

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tak ada alasan lain mengapa julukan si Mulut Besar tersemat pada sosok manajer Chelsea Jose Mourinho. Seluruh pencinta sepak bola patut sepakat, manajer berdarah Portugal itu memang jagonya taktik, terutama dalam penerapan sistem ultradefensif. Sejumlah gelar benggengsi nyaris di semua turnamen yang diikuti oleh tim racikannya pernah Mou sabet.

Tetapi, kekuatan Mou tidak sebatas pada otaknya. Pelatih 52 tahun ini dikenal enteng berucap mengenai hal-hal yang tak ia sukai. Terutama, tentang apa yang ia lihat dari calon lawan. Pencinta Liga Primer Inggris tidak akan pernah lupa dengan lontaran kalimat dari Mou saat mengomentari sosok Arsene Wenger musim 2013/2014 lalu. Menurut Mou, Wenger merupakan pelatih spesialis gagal. Pasalnya, sejak tahun 2004 Wenger tak pernah sekali pun kembali menghadirkan Piala Liga Primer Inggris bagi Arsenal.

Hingga saat ini, Mou semakin menjadi-jadi setiap kali mengatai pelatih asal Prancis itu. Dua pekan lalu, Mou meneruskan ocehannya tentang Wenger. Eks pelatih Porto ini menyebut Wenger selalu merengek setiap kali kalah. Kerongkongan Mou yang ukurannya tak lebih besar dari kepalanya memang bak menyimpan daya magis. Publik sepak bola dunia mengenalnya sebagai `Psy War' atau perang urat saraf.

Di kompetisi daratan Eropa, perang urat saraf memang mafhum terjadi. Bak bumbu penyedap jelang laga, perkataan seorang pelatih maupun pemain yang menyulut perang urat saraf selalu menambah keseruan sebuah pertandingan. Lalu seperti apa di Indonesia? Perang urat saraf di kancah sepak bola dalam negeri belum jadi suatu budaya yang diterima. Tak hanya belum diterima, perang urat saraf jelang laga yang dilontarkan kepada musuh justru kerap menjadi pemicu terjadinya konflik.

Maka, tak heran para pelatih klub Indonesia cenderung selalu memberikan komentar datar-datar saja untuk masing-masing calon lawan. Tak peduli seberapa panasnya sejarah perseteruan antara dua klub yang akan bertanding, para juru taktik Indonesia memilih mengerem nafsu bicara mereka. Baru-baru ini, sosok pelatih Pusamania Borneo FC Iwan Setiawan jadi buah bibir seantero penggemar sepak bola Tanah Air. Komentarnya yang pedas dalam menghadapi perempat final melawan Persib Bandung di ajang Piala Presiden jadi sesuatu yang menggemparkan.

Tanpa tending aling-aling, Iwan tajam mengatai Persib Bandung yang ia sebut sebagai tim biasa saja. Tak pelak riwayat Borneo FC-Persib yang sama sekali tidak mendekati panasnya perseteruan Persija-Persib berubah seketika. Iwan yang pernah membesut Macan Kemayoran tanpa basa-basi mengecap Persib tak memiliki kehebatan yang perlu diwaspadai. Bahkan, lebih jauh, pria berkacamata ini menyebut Maung Bandung tak akan mungkin jadi juara Liga Indonesia musim lalu andai Borneo FC ikut andil dalam kompetisi tersebut.

Perang urat saraf Iwan awalnya tak digubris kubu tim asal tanah Pasundan. Tak ada komentar pedas balasan dari sektor pelatih maupun para pemain Persib. Tetapi, psy war Iwan terbukti manjur, Persib mampu ditekuk Borneo FC 3-2 pada legkedua. Pelatih Persib Djadjang Nurjaman sempat mengakui, anak asuhnya bermain kurang sabar karena terpancing oleh provokasi yang tekun Iwan ucapkan.

Kemenangan skuatnya semakin membuat Iwan kecut berucap. Emosi para pemain dan pendukung Persib pun mulai terpantik. Bek Persib Valdimir Vudjovic misalnya, ia mengatakan perkataan Iwan akan dibalas oleh ia dan kawan-kawan melalui prestasi di atas lapangan. Manajer Persib Umuh Muchtar bahkan geram dengan perkataan Iwan. Pria 67 tahun ini seolah tak terima dengan perang urat saraf Iwan yang di telinganya terdengar berlebihan.

Bobotoh bisa jadi yang paling merasa merah kupingnya. Laga legkedua Persib kontra Borneo FC Sabtu (26/10) lalu pun jadi panggung pelepas amarah para pendukung Persib.

Yel-yel berbau satire dan menghujat riuh didengungkan oleh Bobotoh untuk Iwan. Seperti yang diketahui, Persib mampu memenangi laga dengan skor 2-1. Pangeran Biru lantas melenggang menuju semifinal meninggalkan Iwan dan Borneo FC-nya.

Tetapi, sungguh antiklimaks adegan yang terjadi usai laga tersebut. Djanur, sapaan akrab pelatih Persib, tak lantas jemawa karena mampu membungkam mulut Iwan. Tak ada ucapan kasar untuk Iwan khas para arsitek tim Eropa yang akan memanfaatkan momen kemenangan seperti ini untuk balik menghujat. Pelatih asal Majalengka, Jawa Barat, itu malah berterima kasih. Berkat provokasi Iwan, Stadion Si Jalak Harupat penuh oleh Bobotoh. Reaksi serupa diperlihatkan oleh Iwan.

Bahkan, pelatih gempal ini justru berbalik santun dengan menyesali perang urat saraf yang ia keluarkan pralaga. Iwan meminta maaf kepada Persib karena membuat darah sang lawan mendidih karena ulahnya. Sebuah psy warsungkan yang sejauh ini mustahil Mourinho lakukan dalam hidupnya. Mungkin Iwan mulai menyadari, menariknya laga karena psy wartidak sebanding dengan efek yang ditimbulkan setelah pertandingan.

Meskipun, besar kemungkinan sebagian dari penikmat laga Borneo FC-Persib berharap ada reaksi yang semakin menambah rasa usai pertandingan tersebut. Memang, sikap Iwan patut dimaklumi. Entah apa jadinya bila Iwan semakin menjadi-jadi. Namun, ada benarnya pula apa yang Iwan katakan. Menurut dia, publik sepak bola Indonesia sudah harusnya belajar dewasa. Menerima perang urat saraf sebagai bagian refkesi diri bahwa setiap tim punya kekurangan.

Oleh Gilang Akbar Prambadi

Twitter: @gilangORI

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement