JAKARTA -- PSIS Semarang mulai geram dengan sikap Komisi Disiplin PSSI yang masih menggantung hukuman sanksi terhadap klubnya dalam dugaan peristiwa sepak bola gajah yang melibatkan klubnya dengan PSS Sleman pada delapan besar Divisi Utama Oktober silam. Belum sampainya putusan resmi berupa surat salinan membuat klub berjuluk Laskar Mahesa Jenar itu menuntut profesionalisme dan kredibilitas PSSI selaku pengadil di kompetisi liga.
"Terlalu banyak putusan yang dibiarkan menggantung. Setelah diskualifikasi, putusan sanksi untuk klub dan pemain sampai saat ini belum kami dapat sedikit pun kabarnya," ujar General Manager PSIS Khairul Anwar kepada Republika, Selasa (25/11). Bahkan, Khairul menuding ini hanya pencitraan PSSI kepada publik, tetapi, faktanya di lapangan, PSSI tidak melakukan investigasi yang objektif dan serius.
Padahal, tambah Khairul, saat ini manajemen PSIS sudah menyiapkan tim advokasi terhadap putusan. Tim advokasi langsung diketuai Khairul dengan melibatkan beberapa orang yang berstatus komisi disiplin PSSI Provinsi Jawa Tengah. Tim Advokasi menyertakan Dwi Nuryanto dan Yakub yang notabene juga merupakan perangkat PSSI Jawa Tengah. Selain dua nama tadi, Khairul meyakinkan tim advokasi bakal dihuni para pengacara yang mumpuni di bidangnya.
"Kami umumkan jika PSSI sudah benar-benar memberikan putusan resmi," tambahnya. Khairul meminta kepada manajemen klub untuk tidak bereaksi sedikit pun sebelum putusan resmi mampir di meja manajemen. "Siapa yang kira, kalau bereaksi nanti malah ditambah sanksi lagi," ujarnya menegaskan.
Mengomentari kabar dari sejumlah pemberitaan media massa mengenai sanksi yang disiapkan PSSI untuk PSIS, Khairul menyebut banyak sekali putusan PSSI yang tidak berdasarkan fakta dari hasil investigasi. Menurutnya, klub sejak awal konsisten menegaskan bahwa PSIS sama sekali tidak terlibat atau melibatkan diri dalam pengaturan skor.
"Sumpah pocong atau ditodong pistol sekalipun di kepala, klub beserta para pemain tak sekalipun bakal mengaku karena memang kami tidak melakukannya," tegas Khairul.
Menurutnya, PSIS bukanlah tim kelas rendah yang bermain dengan cara tidak terhormat. Khairul pun mengaku tak habis pikir jika Komdis PSSI kabarnya juga memberikan sanksi kepada mereka yang hanya sekelas pemijat dan sekretaris. "Mohonlah disampaikan kepada mereka, orang-orang pintar PSSI di sana, lakukan investigasi yang serius. Tentu kami akan kooperatif," kata Khairul.
PSS yakin banding diterima
Sementara itu, manajemen PSS Sleman siap membela para pemainnya terkait hukuman dari Komdis PSSI. Namun, tindakan banding akan dilakukan seusai pihaknya menerima surat resmi dari Komdis maupun PT Liga Indonesia selaku operator liga.
"Kami pelajari dahulu salinan keputusan komdis. Yakin banding nanti diterima karena Komdis pun memberi peluang untuk itu. Saya yakin banding atas hukuman yang diterima manajemen, pelatih, dan para pemain PSS Sleman diterima PSSI," ujar Direktur PT Putra Sleman Sembada yang juga manajer PSS Sleman, Supardjiono, saat dihubungi Republika, Selasa (25/11).
Hukuman yang dijatuhkan Komdis dinilainya sangat berat dan dapat membunuh karier pemain. Dia merasa kaget dengan keputusan itu. Manajemen juga kecewa karena sudah mengeluarkan biaya besar untuk membawa PSS Sleman sampai delapan besar Divisi Utama 2014.
Sebelumnya, PSSI melalui Komisi Disiplin memberikan sanksi kepada pelatih PSS Sleman Herry Kiswanto dan pelatih PSIS Semarang Eko Riyadi setelah peristiwa dugaan sepak bola gajah. Mereka dihukum seumur hidup tak boleh berkecimpung dalam dunia sepak bola. Selain itu, Komisi Disiplin (Komdis) PSSI juga menjatuhkan denda Rp 200 juta.
Selain kedua pelatih, Komdis juga memberikan hukuman yang sama kepada ofisial PSS Sleman, Rumadi, serta kepada Eri Febrianto yang merupakan sekretaris tim. sanksi berat juga diberikan kepada pemain pelaku gol bunuh diri, pemain yang turut bermain, dan pemain cadangan yang ada di lapangan. Sanksi yang diberikan oleh Komdis berbeda-beda, tetapi dalam rentang hukuman larangan tampil dari 5-10 tahun hingga seumur hidup.
n c61 ed: fernan rahadi