Senin 19 Dec 2016 15:00 WIB

Menengok Pasar Ala Rasulullah di Depok

Red:

 

Republika/Agung Supriyanto   

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPOK -- Berbekal sunah Rasulullah SAW yang menyatakan, "Aturan mainku di pasar sama dengan aturan mainku di masjid," membuat sekelompok jamaah menggerakkan Pasar  Muamalah di Jalan M Ali Raya, Tanah Baru, Depok. Penggagas Pasar Muamalah, Zaim Zaidi, mengatakan, makna dari ajaran tersebut adalah bahwa pasar tidak boleh disewakan kepada pedagang. 

"Jadi, ini gratis, tidak ada sewa," kata Zaim kepada kepada Republika, Ahad (18/12).

Zaim yang juga peneliti senior Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) menjelaskan, di dalam Islam, sebuah pasar merupakan wakaf yang tidak boleh dimiliki pribadi. Pasar juga tidak boleh disewakan, disekat antara pedagang, dan ditarik biaya sewa, pajak, maupun riba. Pasar merupakan tanggung jawab para pemimpin (amir dan para sultan) untuk mengadakan wakaf. Nabi Muhammad dahulu membuat pasar seluas 0,5 hektare di samping Masjid Madinah.

Meski pedagang bisa menggunakannya secara cuma-cuma, mereka tidak boleh menetap di pasar tersebut, persis seperti sebuah masjid yang didatangi orang untuk shalat lalu pergi. "Begitu juga dengan ini. Orang datang dagang, setelah selesai pulang," katanya.

Pasar Muamalah tidak menggunakan rupiah sebagai alat tukar, tetapi menggunakan dirham. Zaim menjelaskan, satu dirham seberat 2,975 gram perak. Nilainya saat ini mencapai Rp  70 ribu. 

Menurut Zaim, penggunaan dirham dalam transaksi di pasar tersebut tidak melanggar peraturan mengenai kewajiban penggunaan mata uang rupiah. "Tidak masalah karena dirham bukan mata uang," katanya.

Pasar Muamalah telah ada sejak 2009. Namun, pasar tersebut baru mulai rutin beroperasi di Depok sejak lima bulan lalu. Pasar Muamalah digelar setiap satu bulan sekali. Selain di Depok, pasar serupa juga terdapat di Tanjungpinang, Bintan, Kepulauan Riau. Pasar bernama Pasar Sultan tersebut diadakan selama sepekan sekali pada Sabtu, sementara Pasar Muamalah di Tanjungpura, Ketapang, diadakan dua pekan sekali pada Jumat dan Ahad.

Menurut Zaim, Pasar Muamalah sangat ditunggu-tunggu masyarakat setempat. "Dari semua tempat, yang paling ramai di sini (Depok)," ucap dia.

Sebelum Pasar Muamalah digelar, konsumen yang datang telah menerima zakat berupa dirham. Zaim menegaskan, zakat sesungguhnya hanya sah ditarik, dibayar, dan dibagikan dalam emas dan perak, yakni dinar dan dirham. Sayangnya, sunah tersebut sudah hilang, tidak lagi diketahui masyarakat Muslim. Berbekal dirham pemberian zakat, mereka membawa dan menggunakannya dalam transaksi jual beli.

Dia berharap pasar serupa dapat terus berkembang di daerah lain. Namun, untuk menjalankannya harus secara berjamaah berbentuk kelompok- kelompok yang dipimpin seorang amir (pemimpin). Tanggung jawab amir adalah untuk menyelenggarakan pasar, menyediakan dirham, dan menariknya dengan zakat. "Kalau semua Muslim bisa menjalankan itu, riba itu bisa kita redam, bahkan bisa dihilangkan," lanjut dia.

Dengan berjalannya pasar sesuai sunah Rasul, kata dia, pasar akan mampu memacu produksi dari masyarakat. "Jadi, dalam Islam nanti akan berkembang usaha kecil menengah, pasarnya ada, modalnya ada, pedagangnya ada, kontraknya ada," ujar dia.

Pasar Muamalah berukuran kecil dan hanya digelar di depan pelataran pertokoan. Pasar tersebut hanya prototype yang diharapkan terus berkembang. Ada sekitar 13 pedagang dari wilayah Jabodetabek yang menjajakan barang dagangannya di pasar tersebut. Berbagai barang kebutuhan tersedia, seperti roti, obat-obatan herbal maupun nonherbal, pakaian, jilbab, hingga alas kaki.

Salah satu pedagang, Lukman Nurudin (28 tahun), yang menjajakan pakaian anak mengakui, transaksi menggunakan dirham terbilang mudah. Ia menjelaskan, beberapa barang memiliki nilai kurang atau lebih sedikit dari 1 atau 0,5 dirham.

Selisih tersebut kebanyakan menjadi tambahan keuntungan bagi pedagang seperti dirinya. Dengan catatan, konsumen meamng meminta sisa uang tersebut tidak dikembalikan. "Karena jual beli kan untungnya ridha sama ridha," ujarnya yang baru kali ini ikut serta dalam Pasar Muamalah tersebut.

Dalam transkasi kurang dari dua jam, ia mengantongi empat dirham dan beberapa rupiah. Ia mengatakan, beberapa temannya sempat ingin turut serta berdagang di pasar tersebut, namun syarat menggunakan dirham membuat pedagang itu mengurungkan niatnya.

Menanggapi hal tersebut, Zaim menambahkan, penggunaan dirham jika sebatas dipikirkan bagaimana penggunaannya tanpa melakukannya secara langsung memang masih terasa sulit. Apalagi, masyarakat terbiasa menggunakan rupiah dalam transaksi kesehariannya. "Kalau belum dijalankan, ya, enggak kebayang," katanya.       rep: Melisa Riska Putri, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement