Pagelaran musik bertajuk Gending Djaduk sukses digelar di Taman Ismail Marzuki pada Rabu (13/8) malam. Dalam konser yang diadakan khusus untuk memperingati 50 tahun usia sang maestro musik kontemporer itu, Djaduk menggandeng grup musik besutannya, Kua Etnika.
Bila ada pepatah berbunyi Tua-tua keladi, makin tua makin jadi, mungkin itu layak disematkan kepada Djaduk. Bagaimana tidak, pada usia emasnya ini Djaduk malah semakin menjadi-jadi dalam berkarya. Tak tanggung-tanggung dia memproduksi album baru berisikan sembilan lagu karyanya. Lantas, apa yang mendorongnya untuk terus berkarya dan bagaimana seorang Djaduk memperoleh inspirasi dalam bermusik?
Selepas konser, Djaduk sempat membocorkan bagaimana dia dapat menciptakan musik-musik kontemporer yang berkualitas. Inspirasi bisa datang dari mana saja. Saya pernah dapat ide pas buang air besar. Saya catat not-not yang mewakili bunyinya, ceritanya sambil tertawa lebar.
Djaduk bisa dikatakan seniman yang tergolong nyeleneh, yang berkarya dengan ide-ide gila miliknya. Dulu belum ada alat perekam, jadi sesegera mungkin kalau ada ide, catat notnya. Sekarang sudah mudah, misal lagi di jalan nemu irama bagus, ya langsung direkam. Baru pas di rumah diolah lagi, ujarnya.
Dorongan terbesar bagi Djaduk untuk terus berkarya, yakni anggapannya bahwa musik merupakan satu-satunya hal yang bisa dipercaya di bangsa ini. Djaduk percaya bahwa musik itu jujur, berbeda dengan harta dan jabatan. Musik adalah bahasa universal. Dengan musik kita bisa bedialog dengan siapa pun. Kesadaran berkomunikasi lewat musik menjadi penting pada akhirnya, katanya.
Djaduk yang merupakan alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) ini sempat menceritakan pengalamannya dalam bermusik selama puluhan tahun. Sejak SMP, seorang Djaduk sudah terlibat di banyak kegiatan seni baik skala kecil maupun besar. Hal itu tak lepas dari latar belakang seniman yang memang dimiliki oleh keluarga Djaduk.
Pada awalnya saya menilai sebuah proses kesenian itu hanya berorientasi pada hasil akhir di atas panggung. Namun semakin lama, setelah bertemu dengan para seniman lainnya dan terlibat langsung dalam banyak acara seni, saya semakin sadar bahwa yang terpenting adalah justru proses dan berlatih dalam berkesenian, ujar putra seniman kondang masa lalu, Bagong Kusudiardjo.
Djaduk juga berpesan kepada generasi muda untuk terus mengeksplorasi ruang seninya. Dia merasa bahwa saat ini akses untuk menikmati karya seni sudah beragam, terbantu perkembangan teknologi informasi. Tapi tetap, musik itu jiwa. Soal rasa. Bukan kemudahan yang penting, tapi penghayatan kita, ujarnya.
Djaduk sempat berkata bahwa dia akan terus berkreasi. Saya ndak mau dibilang sukses. Kalau sudah sukses, biasanya orang akan mandek. Saya maunya terus gelisah. Gelisah untuk berkarya. rep:c85 ed:dewi mardiani