Kamis 04 Sep 2014 14:00 WIB

PKL akan Dibekali ATM

Red:

BALAI KOTA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta punya cara baru guna membatasi berkembang biaknya pedagang kaki lima (PKL) di Ibu Kota. Nantinya, para PKL bakal dibekali tanda pengenal khusus dalam bentuk anjungan tunai mandiri (ATM) Bank DKI sebagai alat kontrol.

Cara itu, menurut Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, dilakukan demi menekan angka PKL liar. Khususnya, warga luar Jakarta.

Para PKL resmi, dikatakan Basuki, juga harus menjadi pemantau dan melaporkan jika ada PKL yang tidak resmi. Bagi PKL yang sengaja menutupi informasi tersebut akan dikenakan sanksi.

"Kontrolnya, PKL yang diresmikan harus mengawasi. Kalau ada gelagat ga resmi, terus tidak dilaporkan, dia juga kami usir," kata pria yang akrab disapa Ahok ini di Balai Kota, Rabu (3/9).

Pilihan penggunaan ATM sebagai kartu pengenal, menurut pria berusia 48 tahun ini, agar lebih mudah memberikan sanksi. Sebab, jika memalsukan ATM, PKL bisa digugat dengan pasal kejahatan perbankan.

Sementara, jika cuma dilabeli kartu pengenal biasa, menurutnya, sanksi yang diperoleh hanyalah hukuman ringan. Mantan bupati Belitung Timur ini menerangkan, kebijakan tersebut diambil hanya untuk memberi efek jera. Sehingga, diharapkan mampu mengurai kepadatan lalu lintas yang kerap terjadi karena penumpukan PKL.

Pedagang Pasar Senen

Meski telah disediakan tempat pnampungan sementara (TPS), sebagian pedagang di Pasar Senen Blok C yang kiosnya terbakar pada April 2014 memilih berjualan di pinggir jalan. Menurut Kepala Bagian Operasional PD Pembangunan Jaya yang mengoperasikan Blok 1, 2, 4, dan 5, sebagian korban tidak nyaman dengan berdagang di TPS sehingga memilih berjualan di luar atau menyewa kios di Blok 1 dan 2.

Terkait dengan ketidaknyamanan pedagang, Sekretaris Pengendali Blok 3 dan 6, Agus Supriyanto mengatakan, TPS yang saat ini disediakan oleh PD Pasar Jaya memang sengaja tidak dibuat lengkap. "Yang namanya TPS tidak selengkap itu lah. Yang penting pelanggan tahu. Kalau kita bikinkan lengkap, lalu nggak mau pindah," kata Agus saat ditemui di kantornya, Rabu (3/9). 

Agus mengatakan sudah sering mengalami kasus seperti itu. Ia mencontohkan, dalam kasus di salah satu unit PD Pasar Jaya, tempat penampungan baru dibuat bagus dan nyaman. Namun, ketika pasar permanen telah jadi, para pedagang tidak mau direlokasi ke tempat yang baru. 

"Penggantinya bagus, di wilayahnya dibina. Saat sudah jadi nggak mau naik lagi (ke permanen). Malah dilindungi oleh wilayah oleh RT dan seterusnya," kata Agus. 

Menurut Agus, sepinya pelanggan di lokasi TPS adalah risiko yang harus diterima oleh para pedagang dalam proses peremajaan pasar. Nantinya, pasar yang baru akan dibuat lebih layak dan lebih modern. "Kalau sepi ya risiko. Namanya sesuatu kan harus ada pengorbanan," kata Agus. rep:c89/ c92 ed: karta raharja ucu

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement