BALAI KOTA -- Bencana kebakaran menghantui warga DKI Jakarta. Sepanjang tahun ini, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI menaksir, total kerugian material akibat kebakaran mencapi Rp 261.428.150.000.
Sementara korban jiwa mencapai 10 orang, 34 orang luka-luka, dan 8.642 jiwa kehilangan tempat tinggal. Bencana kebakaran teranyar terjadi di Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (20/9). Sebanyak 22 rumah ludes dilahap si jago merah.
Menurut pengamat tata kota, Nirwono Yoga, ada lima langkah yang harus pemerintah lakukan untuk memutuskan mata rantai kebakaran di Ibu Kota. Langkah pertama pemerintah harus segera membuat peta sebaran permukiman yang selama ini rawan terjadi kebakaran. "Sehingga, bisa mempunyai data yang akurat (daerah rawan kebakaran)," ujarnya di Jakarta, Senin (22/9).
Langkah kedua, kata dia, pemerintah harus segera melakukan pengecekan lokasi-lokasi yang sudah dipetakan tadi. Bagaimana peruntukannya berdasarkan rencana tata ruang wilayah, apakah itu termasuk kawasan hunian atau ruang terbuka hijau. Semua itu, menurut Nirwono, bisa memperjelas daerah hunian mana yang harus diremajakan. "Tapi, apabila daerah itu merupakan ruang terbuka hijau (RTH), maka harus tetap menjadi RTH," ucap dia.
Langkah yang berikut adalah mengecek legalisasi lahan-lahan milik warga yang menempati sejumlah daerah rawan kebakaran. Apakah sudah memiliki sertifikat yang jelas atau belum.
Langkah keempat setelah melakukan pemeriksaan keabsahan kepemilikan tanah, selanjutnya pemerintah melakukan peremajaan kawasan tersebut. "Bisa berupa rumah susun, adanya ruang terbuka hijau atau apa pun berdasarkan keinginan masyarakat," terang Nirwono.
Selanjutnya, pengamat dari Universitas Trisakti ini mengatakan kalau kawasannya merupakan RTH, maka pemukimannya harus dikembalikan menjadi RTH.
Untuk mewujudkan semua itu, menurut Nirwono, harus ada sinergi dari semua dinas terkait. "Dinas perumahan membangun rumah, dinas PU membuat jalan dan infrastruktur serta fasilitasnya, sementara dinas pertamanan membuat RTH-nya," tambah dia.
Nirwono menganjurkan pemerintah memilih daerah yang sangat rendah resistensi warganya. Artinya, walaupun sedikit menolak, tapi pada dasarnya mau ditata. "Sehingga, bisa menjadi contoh kawasan yang tadinya rawan kebakaran, menjadi kawasan yang tertata. Dengan demikian bisa diduplikasikan di wilayah lain yang juga rawan kebakaran," ucap Nirwono.
Menurut Nirwono, penyebab kebakaran di permukiman padat penduduk, pada umumnya karena hubungan arus pendek dan kompor warga yang meledak. Karena penataan perumahan yang tidak beraturan. Maka harus mengalami peremajaan. "Kawasan tadi ditata ulang, dibongkar," ucap dia.
Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta Barat menjadi lokasi yang paling banyak terjadi kebakaran, yakni 197 kejadian. Disusul Jakarta Timur 164 kejadian, Jakarta Selatan 160 kejadian, Jakarta Utara 123 kejadian, dan Jakarta Pusat 93 kejadian.
Beragam penyebab yang memicu terjadinya ratusan peristiwa kebakaran tersebut. Antara lain, berasal dari permasalahan listrik sebanyak 526 kejadian, kompor yang terbakar 45 kejadian, rokok yang masih meninggalkan api sebanyak 33 kejadian, dan berbagai penyebab lainnya sebanyak 133 kejadian.
Warga DKI dinilai masih belum menyadari ancaman kebakaran bisa datang setiap saat. Menurut Kepala Bidang Partisipasi Masyarakat Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Kamsudin pada musim panas frekuensi kemungkinan terjadinya kebakaran melonjak. "Kalau listrik satu colokan, buat satu, jangan menumpuk. Kompor juga dirawat," ujarnya.
Kamsudin menerangkan, hal-hal seperti di atas belum sepenuhnya disadari masyarakat. Sehingga cenderung penjagaannya kurang maksimal. Selain itu, kesadaran untuk mengantisipasi terjadinya musibah tersebut harus dari dalam diri, keluarga, dan lingkungan.
Saat ditemui Republika, Amanah, korban kebakaran di Kebon Kacang berharap rumahnya yang ludes terbakar segera diperbaiki. Saat kejadian, ia tidak sempat membawa barang-barang berharga dari dalam rumahnya. "Nggak ketahuan, tahu-tahu sudah besar," kata Amanah, Senin (22/9).
Ia dan keluarganya yang panik tak sempat mengambil barang. Alhasil, hanya berbekal baju yang menempel di badan, Amanah dan keluarganya lalu mengungsi bersama warga lain di Gedung Serba Guna. rep:c89/ c92 ed: karta raharja ucu