JAKARTA -- Musibah tenggelamnya KM Zahro Express yang menewaskan beberapa penumpangnya di wilayah perairan Teluk Jakarta, merupakan momentum pembenahan sektor transportasi laut. Hal itu mengingat sebagian wilayah Ibu Kota merupakan kepulauan.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana menyampaikan keprihatinan dan duka yang mendalam atas terjadinya kebakaran yang menimpa KM Zahro Express yang melayani transportasi ke Pulau Tidung, Kepulauan Seribu pada Ahad (1/1). "Sedikitnya 23 orang meninggal dan 17 lainnya masih dalam pencarian dari total sekitar 230 orang penumpang. Ini tentu patut disayangkan pada saat kita ingin meningkatkan pariwisata ke Kepulauan Seribu," kata Triwisaksana, Rabu (4/1).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengingatkan, insiden kapal terbakar itu merupakan yang kedua di Jakarta. Pasalnya, pada 12 Juli 2015, kapal dinas juga mengalami kebakaran yang menyebabkan 80 orang terluka. Beragam peristiwa nahas tersebut, menurut dia, perlu menjadi bahan evaluasi manajemen transportasi ke Kepulauan Seribu yang perlu dibenahi.
Triwisaksana mengemukakan, di antara beragam tata kelola transportasi yang perlu dibenahi, antara lain adalah pemeriksaan kelaikan kapal untuk berlayar, yang dinilai penting apalagi ketika terjadi gelombang tinggi. Dia menyatakan, seharusnya tersedia jumlah petugas yang cukup dan cakap untuk melakukan pemeriksaan kelaikan kapal secara detail. "Selama ini pemeriksaan kelaikan untuk kapal berlayar di pelabuhan ini diduga lemah dan banyak permainan sehingga kapal yang tidak laik atau yang kelebihan muatan tetap diizinkan jalan," ucapnya.
Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai, pengelolaan terminal penumpang pelabuhan harus dibenahi karena adanya manifes penumpang kapal yang tidak diketahui. Pengelolaan terminal penumpang di setiap pelabuhan harus dibenahi dengan menjadikannya lebih steril dan tidak semua orang boleh masuk. Penyediaan instrumen keselamatan kapal, menurut dia, juga masih diabaikan, padahal minimal di kapal apa pun harus tersedia pelampung, bahkan untuk kapal besar, harus ada petunjuk penyelamatan seperti saat naik pesawat.
"Yang masih sering lalai selalu soal manifes dan ketersediaan instrumen keselamatan. Setiap kecelakaan kapal, sering terjadi manifes yang tidak sesuai," ujarnya.
Untuk menghindari insiden nahas itu terulang, menurut Djoko, SOP harus diperbaiki, awak kapal harus menerima pelatihan, kapal harus mendapat sertifikat dan semua kapal apa pun ukurannya diwajibkan dilengkapi dengan pelampung. Selain itu, pengawasan regulasi dan penguatan SDM juga harus ditingkatkan karena regulasi transportasi laut dan udara sudah menggunakan mahzab internasional dan hampir semua aturan sudah dibuat oleh Kemenhub.
Periksa Kesyahbandaran
Polisi bekerja maraton dengan memeriksa beberapa saksi untuk menuntaskan kasus terbakarnya KM Zahro. Kali ini, saksi yang diperiksa adalah Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Muara Angke, Deddy Junaedi. Direktur Polisi Perairan Polda Metro Jaya, Kombes Hero Hendrianto Bachtiar mengatakan, penyidik masih mendalami mengapa insiden KM Zahro bisa sampai terjadi.
Dengan memeriksa saksi, diharapkan terungkap apakah ada pihak yang lalai dalam melakukan pengawasan. "Saksi yang sudah dimintai keterangan bertambah satu orang, kami sudah minta keterangan dari kantor Syahbandar pula seputar waktu keberangkatan pelayaran KM Zahro. "Sudah diperiksa kemarin lima jam (Deddy). Dia status masih saksi," ujar Hero, Rabu (4/1).
Hero menyatakan, polisi terus bekerja sama dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub untuk mendalami adanya unsur kelalaian yang dilakukan pejabat berwenang. Menurut dia, penyelidikan harus dilakukan secara tuntas agar penyebab insiden itu dapat terungkap dengan jelas.
Sebelumnya, nakhoda KM Zahro, M Nali sudah ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 302 Undang-Undang Pelayaran. "Unsur kelalaian masih kami investigasi terus, sekarang kami koordinasi dengan KNKT dan Dirjen Perhubungan Laut," kata Hero. rep: Muhyiddin antara ed: Erik Purnama Putra