JAKARTA Keputusan gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memerintahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan dan Satpol PP menggusur permukiman warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, salah di mata hukum. Kuasa hukum Yayasan Ciliwung Merdeka, Vera Wenny Soemarwi, mengatakan, majelis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan warga Bukit Duri terhadap Pemprov DKI, Pemkot Jakarta Selatan, dan Satpol PP.
Ini adalah bukti bahwa penggusuran yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan merupakan tindakan sewenang-wenang, melanggar hukum, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, ujar Vera, Jumat (6/1).
Karena itu, sambung Vera, warga Bukit Duri menuntut Pemprov DKI dan Pemkot Jakarta Selatan untuk mematuhi putusan PTUN Jakarta. Pemprov DKI dan Pemkot DKI diharapkan segera mencabut objek sengketa dengan mengembalikan hak-hak atas tanah dan rumah warga yang telah dihancurkan. Setidaknya, sambung dia, Pemprov DKI memberikan ganti rugi yang senilai dengan tanah dan rumah warga Bukit Duri yang telah dirampas dan digusur.
Warga Bukit Duri merupakan korban penggusuran yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah menganggap akibat Sungai Ciliwung sudah tidak normal sehingga pemerintah berniat menormalisasi Sungai Ciliwung. Warga protes terhadap tindakan tersebut. Apalagi, ketika penggusuran terjadi, warga tengah menggugat surat peringatan tersebut ke PTUN dan rencana penggusuran tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui gugatan perdata class action.
Di PTUN, warga menggugat pemerintah daerah karena menerbitkan surat peringatan (SP) 1, 2, dan 3. Kebanyakan warga tinggal di Bukit Duri sejak sebelum Indonesia merdeka. Warga sudah membangun rumah di pinggir Sungai Ciliwung sejak 1920-an. Warga memiliki surat-surat verponding, surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT), akta jual-beli, dan surat-surat lain yang menunjukkan mereka tinggal di atas tanah itu secara legal.
Terhadap kepemilikan tanah-tanah warga Bukit Duri diakui oleh majelis hakim PTUN dalam pertimbangan hukumnya yang mengatakan, lahan yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane merupakan tanah milik warga Bukit Duri yang dimiliki secara turun-temurun. Majelis hakim mengakui, kepemilikan tanah-tanah warga Bukit Duri sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 juncto Perpres Nomor 71 Tahun 2012.
Vera melanjutkan, putusan majelis PTUN menjadi bukti, penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI dan Pemda Jakarta Selatan adalah tindakan yang sewenang-wenang, melanggar hukum, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Mereka telah melakukan tindakan yang tidak profesional, tidak transparan, tidak partisipatif, tidak akuntabel, dan melawan hukum dengan menggusur warga secara paksa, ujar Vera.
Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim, Kamis (5/1), PTUN menyatakan, membatalkan SP yang dikeluarkan pemerintah karena terbukti tidak sah dan melanggar hukum. Terhadap objek sengketa objek sengketa (SP-1, SP-2, dan SP-3), majelis menyatakan telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, kata ketua majelis hakim PTUN, Baiq Yuliani, dalam salinan putusan yang diterima Republika.
Selain membatalkan tiga SP yang diterbitkan Satpol PP Jakarta Selatan, majelis hakim PTUN juga mengakui hak kepemilikan warga Bukit Duri atas tanah yang dirampas oleh Pemprov DKI beberapa bulan lalu. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis mengatakan, tanah yang digunakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI serta Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) adalah tanah milik warga Bukit Duri yang telah dimiliki secara turun-temurun. "Majelis berpendapat, kepemilikan tanah-tanah warga Bukit Duri sudah sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 juncto Perpres No 71 Tahun 2012," ujar Baiq.
Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berjanji untuk memeriksa kembali ihwal keputusan PTUN terkait dikabulkannya gugatan warga Bukit Duri kepada Pemprov DKI. Meski begitu, ia sepertinya bakal mengabaikan keputusan hakim dengan tetap melanjutkan normalisasi Sungai Ciliwung.
Ahok mengatakan, kalau ia aktif kembali menjadi gubernur DKI selepas masa kampanye, program normalisasi Sungai Ciliwung bakal dilanjutkan. Untuk permukiman warga yang tinggal di bantaran juga tetap digusur. Pasti lanjut (normalisasi) selama kena trase. Kami juga akan mempelajari salahnya kenapa (pengabulan PTUN). Kan memang kadang-kadang ada surat yang salah, ujar Ahok di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, kemarin. rep: Dian Fath risalah, Ahmad Islamy Jamil, ed: Erik Purnama Putra