Republika/Santi Sopia
Angin semilir menyibak rambut-rambut penumpang. Sembari memotret dan melakukan swafoto (selfie), para penumpang itu tampak menikmati sensasi menaiki kendaraan yang diberi nama Unforgettable City Tour at Lovable City (Uncal), bus pariwisata pertama yang dimiliki Kota Bogor.
Setiap pasang mata tak henti melirik ketika bus serupa kereta mini yang didominasi warna biru ini melintasi sepanjang jalan raya. Mengawali perjalanan dari Balai Kota Bogor, bus pertama kali menyusuri Jalan Juanda-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Pemuda dan Jalan Heulang, untuk selanjutnya masuk Jalan Ahmad Yani.
Dari situ, perjalanan dilanjutkan kembali ke Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Jalak Harupat-Jalan Salak, dan memutar di kawasan Taman Kencana. Selanjutnya kembali ke Jalan Salak-Jalak Harupat-Jalan Pajajaran, dan menuju Tugu Kujang serta Tepas Salapan Lawang Dasakerta, sampai akhirnya kembali ke Jalan Juanda menuju Plaza Balai Kota.
Para penumpang juga disuguhi pemandu yang menjelaskan sejarah-sejarah kawasan yang dilewati bus itu. Bram Idrus, pemandu wisata dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kota Bogor, menjelaskan satu per satu gedung-gedung peninggalan sejarah dalam rute yang dilewati Uncal.
Bram menerangkan beberapa kawasan yang kini menjadi cikal bakal lokasi ikonik Kota Bogor. Seperti ketika ia menjelaskan Hotel Salak The Heritage. Bangunan ini merupakan peninggalan bangsa kolonial Belanda yang masuk ke dalam kategori gaya bangunan art deco.
"Balai Kota dahulunya tempat aktivitas sosial, sementara Istana Negara (Bogor) dulunya tempat peristirahatan pembesar Belanda, hingga kemudian tempat istirahat para presiden kita, sampai Pak Jokowi sekarang," kata Bram, akhir pekan lalu.
Dulu, Bram menuturkan, istana tersebut memiliki dua lantai. Namun setelah Gunung Salak meletus pada 1834, bangunan hancur dan direnovasi menjadi satu lantai saja pada 1850-an. Ia melanjutkan, bangunan peninggalan bersejarah lainnya di sekitar Jalan Juanda sudah banyak yang hilang.
Menurut Bram, sepanjang Jalan Juanda dahulunya merupakan tempat segala keperluan elite Belanda. Di sepanjang jalan ini, dibangun perhotelan, restoran, maupun pusat keperluan lainnya. Memasuki kawasan Taman Heulang, pemandu juga bercerita bagaimana taman ini dahulunya merupakan pusat pertanian dan kehutanan nasional. Sementara sekitaran Taman Kencana merupakan perumahan yang dibangun pada abad ke-20. "Kota Bogor kental akan seni dan histori, layak jadi kota pusaka," ucap dia.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto pada akhir pekan ini mengajak sejumlah warga menikmati si Uncal. Tur itu sebagai uji coba bus yang nantinya akan melayani para wisatawan di kota berjulukan Kota Hujan tersebut.
Penumpang diajak mengenali rute dan destinasi wisata yang akan dilalui Uncal. Mengenakan kemeja kotak-kotak biru seraya berdiri menghadap penumpang di balik kemudi, Bima juga sesekali berperan sebagai pemandu. "Ini dulunya zaman kolonial, tempat favorit untuk gantung diri, karena dijadikan tempat berekspresi warga Bogor, sekarang dinamakan Taman Ekspresi," ujar Bima saat Uncal melewati Taman Ekspresi. "Bus ini, selain untuk berkeliling, juga berfungsi untuk olahraga," canda Bima sambil memperagakan gerakan naik turun lewat tiang disambut derai tawa penumpang.
Di sela bercerita, Wali Kota Bogor itu mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor juga sedang menyiapkan patung Jenderal Sudirman. Selain itu, ia sekilas berkisah tentang sejarah asal-usul Hotel Salak, Gedung Bakorwil, Museum PETA, Istana Kepresidenan Bogor, Taman Kencana, hingga Tugu Kujang dan Tepas Salapan Lawang Dasakerta.
Jalan Jalak Harupat, menurut Bima, akan dijadikan jalan bernuansa romantis. Nantinya, orang bisa berlarian, bersepeda, dengan melihat pemandangan berlambangkan cinta. Di sebelah Kedai Kita, nantinya juga akan dibangun Taman Cinta. Sementara, di sekitaran Taman Kencana juga akan lebih ditata, khususnya tempat kuliner dan UMKM. "Taman Sempur (samping Taman Ekspresi) juga 90 persen sudah selesai, rumputnya alami, tidak pakai sintetis, lebih bagus dari rumput sintetis Bandung," canda Bima lagi diikuti riuh tepuk tangan penumpang.
Dengan naik bus wisata Uncal, penumpang tak hanya menikmati nuansa berbeda Kota Bogor. Mereka juga banyak mendapat pengetahuan dan sejarah masa silam. Khususnya sejarah zaman kolonial Belanda ketika Bogor dikenal sebagai Buitenzorg. "Sementara busnya belum bertambah, baru satu, dan rutenya seperti itu. Rencana tahun ini tambah lima bus. Nanti sampai 10 bus, rute-rute akan dikaji lagi, apakah singgah di sentra kuliner atau tidak," jelas Bima.
Bima juga menyebutkan, keberadaan bus ini diharapkan menjadi salah satu sarana mengurangi kemacetan. Menurutnya, tak kurang dari 300 ribu warga DKI Jakarta yang memasuki Kota Bogor setiap akhir pekan. Ia berharap nantinya, wisatawan dari terminal maupun stasiun tidak menggunakan kendaraan pribadi saat menjelajahi Kota Bogor, tetapi merasakan Uncal.
Bus yang berangkat dari Balai Kota Bogor, singgah di Taman Kencana untuk mempersilakan para penumpang berbelanja kaos khas Bogor dan Tugu Kujang serta Tepas Salapan Lawang Dasakreta untuk berfoto-foto. Adapun, desain bus tidak mengadopsi double decker atau bertingkat seperti bus wisata si merah Bandros di Kota Bandung, Jawa Barat. Hal itu karena dinilai tidak cocok dengan kondisi Bogor yang memiliki banyak pohon besar dan sering hujan. Bus didesain terbuka tanpa jendela dengan kapasitas hingga 25 penumpang, termasuk untuk lima yang berdiri.
Pemkot Bogor juga akan segera mengumumkan sistem daftar penumpang di Balai Kota. Bus direncanakan sudah bisa beroperasi sepekan setelah uji coba ini. Pada Sabtu (7/1), uji coba dilakukan dua rit dengan penumpang sejumlah komunitas, warga, maupun awak media. Sementara pada Ahad (8/1), dilakukan tiga rit, kali ini komunitas wanita berkebaya yang mendapat giliran.
Uncal memiliki desain mirip dengan Bus Bandros yang menjadi ciri khas bus wisata di Kota Bandung. Hanya, ukuran Bus Uncal lebih kecil dan tidak bertingkat. Direncanakan, satu bus tersebut beroperasi pada Sabtu dan Ahad. Jam operasionalnya ditentukan berdasarkan frekuensi perjalanan antara tiga hingga lima kali setiap hari. Titik keberangkatan di Plaza Balai Kota. Bus ini gratis, sehingga benar-benar dapat dinikmati wisatawan.
Usai berkeliling, rombongan kembali lagi ke Plaza Balai Kota. Susan, warga Bandung yang tengah menghabiskan akhir pekan di Kota Bogor, merupakan salah satu dari sekian warga yang penasaran dan berebut mencoba Uncal bersama teman-temannya. Meski di kota asalnya sudah ada bus wisata serupa, namun menurutnya, ia ingin merasakan sensasi yang berbeda di Kota Bogor. "Saya kira busnya nggak satu. Tapi nggak apa-apa, apalagi ini baru dirilis. Penasaran, ingin tahun seperti apa. Kan sensasinya pasti berbeda dengan naik mobil atau angkot," katanya.
Begitu pula dengan Dinda, warga Sempur, Bogor. Ia bersama suami dan anak-anaknya sedang berjalan-jalan di sekitar Istana Bogor. Ketika mengetahui bus wisata Uncal beroperasi, sontak ia menghampiri dan ikut antre untuk mencoba. "Seru pastinya, anak-anak juga senang, apalagi ini gratis. Ya, walaupun rutenya pendek dan buat kami, warga Kota Bogor, sudah tidak asing lagi, tapi sangat menyenangkan. Mudah-mudahan saja nanti busnya bertambah dan rutenya juga lebih banyak dan bervariasi," ujarnya berharap. Oleh Santi Sopia, ed: Endro Yuwanto