TANGERANG -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang, Banten, menetapkan rumah toko (ruko) hanya sebagai tempat usaha sesuai perizinannya. Ruko dilarang untuk dijadikan rumah ibadah seperti di Perumahan Tigaraksa.
"Kami sudah melakukan musyawarah dengan tokoh agama dan pemilik ruko demi menghindari bentrok," kata Camat Tigaraksa Mas Yoyon Suryana, Ahad (8/1).
Mas Yoyon telah berkoordinasi dengan bagian perizinan Pemkab Tangerang dan mendapatkan kepastian bahwa peruntukan ruko adalah tempat tinggal dan sekaligus tempat kegiatan usaha. Pernyataan tersebut terkait aktivitas sejumlah warga yang mendirikan rumah ibadah di ruko Perumahan Mustika, Desa Pasir Nangka, Kecamatan Tigaraksa, sehingga menimbulkan protes dari penduduk setempat.
Bahkan, warga mendatangi ruko tersebut sembari membentangkan poster penolakan dan pengelola tempat ibadah tersebut untuk segera meninggalkan tempat itu. Namun, aksi protes tersebut dapat diatasi oleh aparat Polsek Tigaraksa dan bentrok pun akhirnya dapat diredam.
Upaya yang dilakukan aparat adalah dengan melakukan musyawarah dengan pengelola tempat ibadah dan pemilik ruko serta sejumlah warga yang protes. "Hasilnya, disepakati kunci ruko diserahkan ke pemilik dan tidak diperkenankan lagi untuk acara keagamaan," kata Mas Yoyon.
Menurut Mas Yoyon, demi menghindari bentrok antarumat, pengelola tempat ibadah diharapkan mengurus perizinan sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. Demikian pula pendirian tempat ibadah, harus mendapatkan persetujuan mayoritas warga sekitar sehingga dikeluarkan izin oleh instansi terkait.
Mendirikan tempat ibadah, katanya menambahkan, tidak boleh sembarangan saja, harus mengikuti peraturan sesuai SKB tiga menteri.
Salah seorang warga, Roni, terus mendesak agar aparat menghentikan secara permanen aktivitas peribadatan di ruko tersebut. "Mau bagaimana pun nanti hasilnya, kami tetap menolak adanya ruko yang dijadikan gereja di sini. Meskipun nantinya ada surat yang melegalkan rumah ibadah itu, kami tetap menolak," kata dia.
Namun, Roni menjamin, warga tidak akan mempersoalkan keberadaan rumah ibadah dan aktivitasnya tersebut. ''Asalkan tidak di ruko di sekitar Perumahan Mustika,'' jelasnya.
Ratusan reklame liar dirubuhkan
Aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Tangerang telah merubuhkan 157 reklame liar ukuran besar dan kecil yang dipasang tanpa mendapatkan izin dari instansi berwenang. "Pemasang reklame dianggap melanggar Perda Nomor 17 tahun 2007 tentang Izin Penyelenggaraan Reklame," kata Kepala Satpol PP Pemkab Tangerang Yusuf Herawan, Ahad.
Papan reklame yang dirubuhkan tersebut, lanjut Yusuf, di antaranya ada yang dipasang kembali karena pengelola mengurus perizinan kepada aparat Badan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM PTSP) setempat. Dia mengatakan, penertiban reklame tersebut merupakan tugas yang diemban karena pemasang reklame enggan membayar restribusi kepada Pemkab Tangerang.
''Padahal, retribusi tersebut merupakan pemasukan ke kas daerah yang tujuannya untuk membangun aneka proyek infrastruktur di daerah ini,'' ujarnya.
Menurut Yusuf, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap kinerja aparat selama tahun 2016 dan untuk tahun 2017 lebih ditingkatkan. Ia menambahkan, dalam operasi penertiban reklame itu kadang mengunakan alat berat untuk merubuhkan karena tidak mampu dengan tangan atau alat seadanya. Bahkan, pihaknya melakukan koordinasi dengan aparat polresta dan kodim setempat sebagai antisipasi tindak kriminal di lapangan selama operasi penertiban digelar.
Reklame yang banyak dirobohkan berada di Kecamatan Cikupa, Balaraja, Panongan, Kelapa Dua, Curug, dan Tigaraksa. Meski reklame liar tersebar pada 29 kecamatan, penertiban dilakukan hanya pada beberapa kecamatan dan sasaran utama pada reklame besar tanpa izin.
Pekan depan, Satpol PP Pemkab Tangerang akan menertibkan kembali reklame yang berada di Kecamatan Kosambi, Teluknaga, Sepatan, Mauk, Pasar Kemis, dan Rajeg. "Kami tidak mau reklame liar tetap dipasang di pinggir jalan tanpa pemasang membayar restribusi," kata Yusuf menjelaskan. antara, ed: Endro Yuwanto