REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Khamis Qaddafi, putra pemimpin Libya Moammar Gadhafi termuda, yang memimpin pasukan elit khusus bagi rezim ayahnya, sedang mengikuti program magang di Amerika Serikat ketika keresahan masyarakat meledak di Libya bulan lalu.
Khamis Gadhafi tiba-tiba memotong programnya dan kembali ke Libya, di mana ia memimpinBrigade 32, yang dikenal sebagai Brigade Khamis, dan melakukan penindasan brutal pasukan pemberontak.
Markas brigade itu kemudian menjadi target dari enam rudal Tomahawk, menurut Wakil Laksamana William Gortney dari Staf Gabungan. Gortney menggambarkan brigade sebagai "salah satu yang paling aktif dalam menyerang orang yang tidak bersalah." Ia dikabarkan tewas dalam serangan itu.
ABC News adalah yang pertama melaporkan keberadaan Khamis di AS. Ia melakukan magang sebulan dalam program yang disponsori oleh AECOM, perusahaan rekayasa global dan desain yang berbasis di Los Angeles, dan dengan bantuan Departemen Luar Negeri.
AECOM memiliki hubungan bisnis dengan Libya.
Khamis di AS juga melakukan berbagai pertemuan dengan perusahaan teknologi tinggi, universitas, dan kontraktor pertahanan. Ia singgah di San Francisco, Los Angeles, Colorado, Chicago, Houston, Washington, dan New York City. Khamis meninggalkan AS pada 17 Februari.
Paul Gennaro, wakil presiden senior dan kepala pejabat komunikasi untuk AECOM, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan, "Program magang itu sejalan dengan upaya kami untuk meningkatkan kualitas hidup, khususnya di Libya, di mana kami fokus pada infrastruktur publik seperti akses air bersih; perumahan berkualitas, jalan yang aman dan efisien dan jembatan, energi yang handal dan terjangkau, dan proyek terkait yang menciptakan lapangan kerja dan kesempatan."
Gennaro mengatakan perusahaan itu "terkejut dan marah" untuk peran Khamis dalam krisis Libya. "Kami menyadari hubungan keluarga siswa, tapi kami tidak diberitahu tentang adanya hubungan militer apapun," kata Gennaro.
Sejak 2008, AECOM telah terlibat dalam inisiatif bernilai miliaran dolar dengan Libya untuk memodernisasi infrastruktur negara. Perusahaan menarik semua karyawan asing dan keluarganya dari Libya awal bulan ini. Proyek bersama untuk melatih insinyur Libya untuk membangun dan mempertahankan rumah-rumah, jalan dan sistem air juga ditangguhkan.