REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Parliamentary threashold atau ambang batas parlemen dinilai sebagai gagasan yang ngawur. System ini merupakan turunan dari rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
Menurut Direktur Eksekutif Central for Electoral Reform (Cetro) Hadar Gumay system ini tak menjamin kinerja partai politik (parpol) di parlemen akan menjadi lebih baik. “Apakah bisa menjamin tidak brengsek pengerucutan partai politik dari sembilan menjadi (misalnya) enam. Gak juga,” katanya pada Rabu, (6/4).
Ia mengatakan banyak faktor lain yang menentukan kestabilan pemerintah, bukan hanya ditentukan dengan jumlah partai politik. Artinya, jumlah parpol tidak otomatis menjamin kekompakan dan keefektifan kinerja. Hal yang lebih menentukan adalah budaya dan perilaku politik serta faktor kepemimpinan.
“Partainya bagus tapi pemimpinnya memble, difensif, peragu, tidak berani, dan terlalu merangkul semua yang tidak penting untuk diurus pun akan menjadi tidak efektif juga,” katanya.
Ia beranggapan fraksi yang ada terlalu bernafsu untuk menaikan bilangan persentase ambang batas itu. Hadar justru curiga, jangan-jangan kisruh itu hanya sebagai upaya mempertahankan posisi yang ada. Terutama kelompok yang cenderung menganggap dirinya sudah besar dan berhak.