REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA - Perompak Somalia membebaskan sebuah kapal minyak Yunani yang dibajak dua bulan lalu di lepas pantai Oman, kata penjaga pantai Yunani dan perompak, Jumat (8/4). Irene SL, tanker Yunani dengan berat 319.000 ton dan diawaki tujuh orang Yunani, 17 orang Filipina serta seorang Georgia, adalah satu dari tiga kapal minyak yang dibajak oleh perompak tahun ini.
"Perompak Somalia telah membebaskan kapal minyak 'Irene SL' yang dibajak pada 9 Februari ketika sedang berlayar dengan membawa minyak mentah di lokasi 200 mil laut di lepas pantai Oman," kata penjaga pantai Yunani dalam sebuah pernyataan.
"Menurut pemilik kapal itu, 25 orang awak, yang tujuh diantaranya warga Yunani, dalam keadaan baik dan kapal itu melanjutkan pelayaran ke Durban, Afrika Selatan," katanya. Pernyataan penjaga pantai itu tidak menyebutkan apakah uang tebusan dibayar bagi pembebasan kapal tersebut. Perompak mengatakan, mereka menerima pembayaran tebusan 13,5 juta dolar sebelum membebaskan kapal itu.
"Kami menerima jumlah tebusan yang disepakati sebesar 13,5 juta dolar... Kapal itu telah berlayar menjauh," kata seorang perompak yang mengaku bernama Abdiwali melalui telefon dari Lebed, sebuah desa di kawasan pantai Lautan India Somalia dekat Hobyo, sebuah daerah sarang perompak.
Kapal tujuan AS itu membawa sekitar dua juta barel minyak mentah Kuwait dengan harga pasar senilai 200 juta dolar ketika dibajak. Enesel, manajer perusahaan pemilik kapal yang berkantor di Yunani, mengatakan, kapal itu dibebaskan Kamis.
Perusahaan itu menolak menyebutkan apakah uang tebusan dibayar. Mereka juga tidak memberikan penjelasan terinci mengenai operasi tersebut karena alasan keamanan.
Perompakan meraja-lela di lepas pantai Somalia, yang mengacaukan jalur pelayaran antara Eropa dan Asia, membuat awak dan kapal terancam bahaya serta mendorong beaya asuransi bagi perusahaan perkapalan.
PBB memperingatkan, perompak Somalia menjadi semakin berani dan tetap mendahului pasukan angkatan laut internasional yang berusaha mengakhiri pembajakan di kawasan perairan itu.
Pada 2009, perompak Somalia menyerang lebih dari 130 kapal dagang di lepas pantai Somalia, naik lebih dari 200 persen dari tahun 2007, menurut Pusat Pelaporan Perompakan Biro Maritim Internasional di Kuala Lumpur.
Perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.
Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan perompak, namun serangan masih terus berlangsung.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.
Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak perompakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan -- termasuk 68 pembajakan yang berhasil -- dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar.
Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.
Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.
Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut Menteri Perikanan Puntland, Ahmed Saed Ali Nur.
Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.
Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.