Selasa 26 Apr 2011 06:24 WIB

Pasukan Yaman Tembak Mati Tiga Pemrotes

REPUBLIKA.CO.ID,SANAA--Pasukan keamanan Yaman menembak mati tiga pemrotes yang menentang Presiden Ali Abdullah Saleh, Senin, sementara para politikus oposisi berdebat mengenai apakah bekerja sama dengan rencana negara Teluk bagi pengunduran diri pemimpin kawakan itu. Beberapa saksi mengatakan, pasukan keamanan melepaskan tembakan untuk menghentikan pemrotes yang berpawai di kota Taiz, sebelah selatan Sanaa, ibu kota Yaman. Mereka berusaha bergabung dengan demonstran pro-demokrasi yang akan bergerak melewati istana Saleh.

"Ada ribuan orang dalam pawai yang datang dari luar Taiz, namun polisi, tentara dan orang bersenjata yang berpakaian sipil menghadapi mereka, dengan melepaskan tembakan peluru dan gas air mata," kata Jamil Abdullah, seorang penyelenggara protes. "Mereka melepaskan tembakan gencar dari segala arah," tambahnya.

Seorang wanita yang menyaksikan bentrokan itu dari balkon rumahnya tewas tertembak, dan beberapa petugas medis mengatakan bahwa 25 orang cedera akibat tembakan di kota itu, yang menjadi ajang beberapa protes terbesar anti-Saleh. Baik negara-negara Barat maupun Arab Teluk telah berusaha menengahi penyelesaian bagi krisis tiga bulan di Yaman, dimana pemrotes menuntut pengunduran diri segera Saleh.

Presiden Yaman itu pada prinsipnya telah menyetujui usulan para menteri luar negeri Dewan Kerja Sama Teluk untuk mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan dari tuntutan terhadap dirinya, keluarganya dan pembantunya. Namun, rencana yang masih belum disetujui secara resmi itu mengizinkan Saleh berkuasa selama 30 hari sebelum mengundurkan diri. Para analis mengatakan bahwa hal itu bisa menimbulkan kesulitan.

Selain di Taiz, bentrokan juga terjadi di kota Ibbm, dimana satu pemrots tewas tertembak dan dua-belas orang cedera akibat tembakan, kata beberapa saksi. Pasukan keamanan juga menembak mati seorang pemrotes di provinsi al-Baida, Yaman bagian selatan, ketika berusaha membubarkan protes.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 100 orang. Oposisi Yaman mendesak Saleh mengakhiri kekuasaan tiga dasawarsanya dan menyerahkan wewenang kepada deputinya untuk periode peralihan, namun usulan itu ditolak oleh pemimpin kawakan tersebut.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, tampaknya kehilangan dukungan AS. Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu. Perundingan mengenai pelengserannya telah dilakukan selama lebih dari sepekan. Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mendesak rakyat Yaman tidak mendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama dengan pengkhianatan. Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Para komandan militer AS telah mengusulkan anggaran 1,2 milyar dolar dalam lima tahun untuk pasukan keamanan Yaman, yang mencerminkan kekhawatiran yang meningkat atas keberadaan Al-Qaeda di kawasan tersebut, kata The Wall Street Journal bulan September. Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal. AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia. Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.

sumber : antara/reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement