REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU - Salah satu langkah yang dinilai dapat menekan tingginya angka penularan HIV/AIDS adalah memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum sekolah. "Ini penting karena penularan HIV/Aids sudah bergeser dari penggunaan jarum suntik secara bergantian menjadi penularan lewat seks bebas," katanya di Bengkulu, Senin (9/5).
Data KPA mencatat pada 2010 sebanyak 60 persen dari 226 orang pengidap HIV/Aids, tertular lewat seks bebas. Penularan lain yakni penggunaan jarum suntik narkoba secara bergantian sebanyak 30 persen, dan 10 persen lewat media lain seperti transfusi darah, tatto dan prenatal.
"Ini harus menjadi perhatian semua elemen bahwa seks bebas sudah melanda generasi muda dan salah satunya ketidakpahaman mereka akan bahaya yang ditimbulkan," katanya menambahkan.
Sementara data Yayasan Kipas Bengkulu juga menyebutkan penularan HIV/Aids sudah bergeser ke seks bebas. Namun, data Kipas menyebutkan pada 2010, terdapat 459 orang pengidap HIV/Aids baru di Provinsi Bengkulu. "Dari data itu, sembilan orang diantaranya sudah meninggal," kata Direktur Kipas, Merly Yuanda.
Ia mengatakan data penularan virus yang menyerang kekebalan tubuh itu diperoleh melalui pengembangan jaringan dan kelompok sebaya terhadap orang dengan HIV/Aids (Odha). "Kami menggunakan sistem jaringan dan kelompok sebaya dari mereka yang terinfeksi kemudian dikembangkan ke rekan-rekan sesama pengguna narkoba," tuturnya.
Hal ini membuat data yang diperoleh Kipas berbeda dengan data yang ada di Volunteer Conseling Test (VCT) di RSUD M Yunus yang dirilis KPA provinsi. Ia mengatakan pendidikan kesehatan reproduksi tersebut perlu disampaikan secara dini dengan harapan generasi penerus bisa menciptakan keluarga berencana dan sejahtera. Pendidikan kesehatan reproduksi yang dianggap tabu untuk dibahas, baik di dunia pendidikan dan keluarga justru membuat peningkatan kualitas keluarga semakin sulit tercapai.
"Memang ada pelajaran reproduksi dalam biologi tapi sangat sedikit menyinggung tentang kesehatan reproduksi manusia dan tentang fertilitas serta usia yang paling baik memiliki anak," bebernya.
Ia mengatakan persentase kelahiran yang mengakibatkan ledakan penduduk masih mengancam Indonesia dimana jumlah kelahiran mencapai 1,4 persen per tahun. Sedangkan untuk Provinsi Bengkulu persentase kelahiran lebih besar yakni 1,6 persen dari jumlah penduduk saat ini 1,7 juta.