REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah kalangan Komisi XI DPR menilai pembelian pesawat MA 60 dari China tidak memenuhi prosedur yang benar. Perjanjian itu sudah dilakukan sebelum mendapatkan persetujuan dari DPR.
Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta mengatakan kalau melihat UU 17 tahun 2003, tentang Keuangan Negara pasal 23. itu dijelakan bahwa pemerintah dapat menerima pinjaman dan bisa diteruskan atas persetujuan DPR yang ditetapkan dalam APBN.
"Pada APBN 2011 tidak dijelaskan Rp 2,1 triliun. Saya cek lagi di UU APBN P 2010j uga tidak penerusan SLA Merpati itu," jelasnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Pemerintah dan PT Merpati Nusantara Airlines, Rabu (11/5) malam.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan kesepakatan SLA tersebut tidak ada dalam catatan di Komisi XI. Padahal seharusnya berbagai kesepakatan itu disetujui terlebih dahulu oleh DPR. "Ini tidak ada dalam catatan kami,"terangnya.
Dalam rapat tersebut, anggota DPR mempertanyakan perjanjian yang dilakukan pada 2005. Ada kesan perjanjian tersebut sudah disepakati sebelum disetujui oleh DPR . Sehingga masuknya kesepakatan itu dalam APBN P 2010 hanya sekedar formalitas karena sudah ada persetujuan sebelumnya dengan pemerintah China.
Sementara pemerintah menilai pembelian pesawat itu telah disepakati oleh Badan Anggaran tertanggal 30 Agustus 2010. Pada notulen rapat waktu itu Badan anggaran Menyetujui SLA tahun pada 2010 kepada PT merpati nusantara sebesar RP 2,138 triliun.