REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak taktis ketika menetapkan Neneng Sri Wahyuni, istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, sebagai terperiksa.
"Status Neneng itu menambah beban tekanan psikologis terhadap Nazaruddin," katanya di Jakarta, Rabu. Tekanan psikologis yang bertubi-tubi, menurut dia, bisa mengubah sikap Nazaruddin menjadi tidak kooperatif terhadap penegak hukum, khususnya kepada KPK.
"Dari sudut pandang Nazaruddin, apa yang dilakukan KPK, dia maknai sebagai konspirasi menzalimi diri dan keluarganya," kata politisi dari Partai Golkar itu.
Bambang Soesatyo menambahkan Nazaruddin merasa sudah dizalimi dalam kasus dugaan suap wisma atlet, lalu percobaan pemberian uang kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK), yang kasusnya diungkap dalam jumpa pers bersama antara Presiden dengan Ketua MK.
"Kemudian, dia dicekal KPK, dan terakhir menerima kenyataan, istrinya ditetapkan sebagai terperiksa di KPK dalam kasus dugaan suap," ujarnya. Sebagai suami dan kepala keluarga, menurut dia, tidak mungkin Nazaruddin diam diperlakukan seperti itu.
"Dia memiliki peluang untuk melakukan perlawanan, terutama karena dia berada di luar wilayah hukum Indonesia," katanya.
Bentuk perlawanannya, katanya, bisa saja menjadi tidak kooperatif dengan penegak hukum atau menyerang karakter orang-orang tertentu yang diyakini sebagai pihak pelaku penzaliman itu.
"Menurut pemahaman saya, setelah istrinya ditetapkan sebagai terperiksa oleh KPK, Nazaruddin saat ini merasa bahwa tidak ada lagi pihak yang bisa diandalkannya untuk melindungi dirinya maupun keluarganya," tuturnya. Asumsi inilah yang menurut Bambang Soesatyo bisa mengubah sikap Nazaruddin dari semula mau kooperatif dengan KPK menjadi tidak kooperatif.
"Mudah-mudahan saja, apa yang dilakukan KPK terhadap Neneng bukan bagian dari strategi mengambangkan kasus ini. Bagaimana pun, kasus ini bisa saja tak berujung, alias mengambang, jika Nazaruddin terus menjauh dan menolak untuk kooperatif dengan KPK," katanya.