REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Abdul Majid bukan seorang pengamat sepak bola. Dia juga bukan seorang wartawan yang terus mengikuti tiap latihan tim nasional Indonesia dari hari ke hari. Cobek besar jadi perlambang identitasnya yang berprofesi sebagai pedagang kuliner kaki lima.
Tangan Majid terus disibuki kegiatan “mengulek” kacang untuk pelanggan gado-gado setianya. Tapi, bibirnya tak henti bersuara ketika membahas tim nasional sepak bola Indonesia yang akan bertanding melawan Turkmenistan di ajang kualifikasi Piala Dunia 2014, Sabtu (23/7).
“Emang (timnas) mainnya di mana sih?” tanya Majid kepada salah satu pembeli.
Begitu mengetahui timnas akan bermain di bawah tekanan ribuan suporter Turkemnistan di Ashgabat, dia mengerutkan dahi. Di sertai tertawa kecil, dia pun berujar:Lah kemarin saja begitu main di kandang lawan, kita langsung kalah,” katanya merujuk kekalahan 0-3 Indonesia di final AFF melawan Malaysia saat berlaga di Bukit Jalil, Kuala Lumpur.
Dengan tatapan wajah yang terus terarah pada cobek besar, dia sedikit pesimis Bambang Pamungkas cs mampu meraih hasil positif. Pria yang mengaku tidak bisa bermain sepak bola ini punya selintas unek-unek bagi tim nasional. Sebuah masalah klasik yang menurutnya selalu menjadi penghalang besar bagi sepak bola nasional meraih prestasi.
“Sebenarnya kalau mau bagus timnas, pemainnya harus disiplin,” ujar Majid. Persiapan jadi syarat utama yang dinilainya mampu menanamkan kedisiplinan di diri pemain.
Sempit Persiapan
Sama halnya Majid yang selalu mempersiapkan barang dagangannya sejak pagi hari. Sayur mayur, kerupuk, kacang, dan peralatan pendukung sudah siap sedia sebelum Majid menunaikan tugas berdagang di daerah Warung Buncit. Tak pelak, begitu pembeli memadati lapak kaki limanya, Majid telah siap “tempur” guna meraih keuntungan maksimal.
Apa yang dilakukan Majid dengan gerobak gado-gadonya, berbanding terbalik dengan persiapan tim nasional jelang berangkat ke Ashgabat. Latihan hanya berlangsung empat hari. Pelatih baru pun baru di tunjuk 10 hari sebelum laga. Sedangkan, visa pemain tidak jelas rimbanya.
Akibatnya, dua pemain yang telah mengepak barang menuju pesawat Garuda di Bandara Soekarno Hatta (Tony Sucipto dan Wahyu Wiji Astanto), terpaksa membongkar kembali barang bawaan karena urung berangkat. Keduanya dilanda rasa kecewa kembali ke kamar hotel dan harus melambaikan tangan pada 18 rekannya yang terbang ke Turkmenistan.
“Memang semua kalang kabut. Ini karena ada pemain yang bermasalah dalam hal paspor,” jelas Sekjen PSSI, Tri Goestoro. Alhasil dengan “nafas yang terpongoh”, Boaz Solossa cs harus menempuh perjalanan udara ke Dubai sebelum menuju Ashgabat. Suatu kondisi yang jarang dialami Majid kala mengawali tugasnya membawa gerobak dari kawasan Kalibata hingga Warung Buncit.
Doa untuk Timnas
Walau serius berbicara soal sepak bola, Majid tidak lupa akan tugasnya melayani sejumlah pembeli yang menanti. Begitu sebungkus gado-gado diberikan kepada sang laganan, sebuah doa dan harapan dia utarakan dari hati terdalam. “Mudah-mudahan menang, bisa terus maju,” harapnya akan prestasi sepak bola tim nasional Indonesia.
Ada Majid, ada pula Andi Mallarangeng. Menteri Pemuda dan Olahraga yang namanya terus disebut Muhammad Nazarudin dalam kasus Wisma Atlet ini tak kalah cakap berbicara soal tim nasional sepak bola Indonesia.
Sekalipun tengah rapat disibukkan agenda rapat dengan puluhan anggota DPR, Andi sempat menyelipkan sebuah harapan dan doa bagi Firman Utina dan kawan-kawan untuk meraih Prestasi. “Kita doakan sebentar lagi tim nasional kita akan berlaga di Ashgabat kita harap dapat menghasilkan yang terbaik bagi bangsa dan negara,” ungkap Andi yang langsung disambut riuh tepuk tangan anggota dewan.
Dengan wajah berbinar, Andi pun melanjutkan perkataan di atas pengeras suara yang mengisi udara ruang rapat Komisi X DPR. Sepak bola, ungkapnya, telah berada di jalur yang benar setelah kongres PSSI berlangsung sukses. Sukses kongres diharap membawa sukses prestasi, terutama bagi tim nasional Garuda.
Harapan JK
Sama halnya seperti Andi yang lebih memilih untuk berbicara soal tim nasional Indonesia ketimbang mengurusi “serangan Nazarudin”, mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla juga tidak pernah berhenti memperhatikan sepak bola di tengah kesibukannya. Hati dan pikirannya dia bagi untuk memikirkan persoalan sepak bola nasional, yang juga merupakan persoalan bangsa.
Di tengah kesibukannya, Kalla mengutarakan pada Republika harapannya pada tim nasional Indonesia yang akan berlaga di Pra-Piala Dunia pada Sabtu (23/3) malam. “Tentunya kita semua mengharapkan, tim nasional mampu memetik hasil baik dalam pertandingan nanti,” kata pria yang juga akrab dipanggil JK.
Semangat JK langsung berkobar ketika memetakan kondisi pertandingan, di mana tim nasional akan melawan puluhan ribu publik Ashgabat. “Bermain di bawah tekanan pendukung lawan itu biasa dalam sepak bola. Yang terpenting adalah kita mampu membawa kebanggaan bagi bangsa kita sendiri, entah di manapun tempatnya,” ujarnya semangat.
Walau enggan memprediksi, dia tetap berharap kemenangan akan di bawa Boaz Solossa cs begitu menginjakkan kaki di Jakarta. Sepenggal doa pun dia haturkan untuk menyertai perjuangan berat tim nasional di belahan tengah Benua Asia. “Kita semua berdoa untuk kemenangan tim nasional,”