REPUBLIKA.CO.ID, Setelah 66 tahun merdeka, mau ke mana manusia Indonesia saat ini? Sejumlah masalah pelik masih membelit Bangsa. Termasuk semakin terpinggirkannya perhatian atas upaya pembangunan karakter bangsa seperti perilaku, budi pekerti dan juga kedisiplinan.
Kerisauan atas semakin diabaikannya pembangunan karakter bangsa dan juga budi pekerti dirasakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini banyak yang anggap kurang menarik. Kalah populer bila kita bicara masalah politik dan keamanan. Dalam kesempatan ini, saya ajak kembali melihat bagaimana masyarakat yang hendak kita wujudkan," kata Presiden dalam sebuah kesempatan di Istana Negara.
Presiden menyebutkan, ada lima pilar untuk membentuk masyarakat yang baik. Pertama, masyarakat yang beradab ditandai dengan perilaku masyarakat yang baik, penuh etika, moralitas dan bertata krama.
Pilar kedua adalah masyarakat yang berpengetahuan, sedangkan pilar ketiga adalah masyarakat yang rukun, harmonis dan toleran. "Pilar keempat adalah masyarakat terbuka, bebas mengekspresikan pikirannya. Ini ciri negara modern," kata Presiden.
Sedangkan pilar yang kelima adalah masyarakat yang tertib dan patuh pada norma dan pranata. Kepala Negara mengingatkan bila yang dominan hanya pilar masyarakat yang terbuka dan masyarakat yang berpengetahuan dan berinovasi, sementara tiga pilar lainnya diabaikan, maka akan terjadi ketimpangan dalam kehidupan masyarakat.
"Kalau hanya dua ciri yang kuat dan tiga lemah, yang terjadi adalah masyarakat yang pincang, ibarat gedung yang berpilar lima, hanya dua yang kokoh dan tiga pilar keropos maka gedung itu tinggal tunggu runtuhnya," kata Presiden.
Ditambahkannya, masyarakat tidak akan teguh kehidupannya, tidak tenteram, ada yang hilang, kemudian juga akan menjauh dari nilai dan norma agama dan kebangsaan.
Presiden mengingatkan fenomena yang terjadi adalah tumbuhnya masyarakat terbuka dimana warga bisa mengekspresikan hak-haknya. Ia menambahkan,"yang hadir juga dewasa ini adalah masyarakat berpengetahuan yang makin terbentuk dengan akalnya, informasi yang menghadirkan kreativitas dan inovasi."
Namun Presiden mengingatkan kebebasan mengemukakan pendapat dan proses demokrasi serta kebebasan informasi hendaknya tidak melupakan perilaku masyarakat yang baik, penuh etika, moralitas dan bertata krama maka akan terjadi ketimpangan dan masalah.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nazaruddin Umar dalam sebuah kesempatan ceramah di Istana Negara, belum lama ini, mengemukakan upaya membentuk masyarakat yang beradab merupakan inti dari ibadah selama bulan Ramadhan.
"Penanaman karakter yang mendasar adalah pembangunan karakter, baik pada siang maupun malam. Bila semua tenaga sudah dikerahkan pada siang hari maka seseorang tidak akan memperoleh apa-apa," katanya.
Selain ibadah puasa di bulan Ramadhan, kata Nazaruddin, hal yang penting dalam pembangunan karakter adalah ibadah di malam hari dan model pendidikan itu sebetulnya sudah diadopsi oleh kurikulum sebagian besar pesantren.
"Secara sederhana kita lihat teladan orang tua kita. Bagaimana berkegiatan di malam hari, bagaimana membangkitkan potensi "al lail" , malam hari adalah simpul persamaan," katanya.
Nazaruddin Umar mengatakan, sulit bagi seseorang untuk menjadi bijaksana dan arif bila malam hari tidak digunakan untuk merenung. "Sulit bila kita ingin memiliki anak-anak berkarakter bila malam hari hanya dihabiskan untuk tidak dan waktunya dihabiskan siang hari," tegasnya.
66 Tahun kemerdekaan RI setidaknya dapat dijadikan tonggak untuk membentuk masyarakat yang lebih baik melalui segala upaya, termasuk menempatkan pendidikan karakter dan budi pekerti dalam posisi yang penting dan strategis.