REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Meski pengguna Blackberry di Indonesia jauh lebih banyak dibanding Malaysia, namun produsen Blackberry, Research in Motion (RIM), lebih memilih membangun pabrik di Negeri Jiran itu. Pemerintah mengaku kecolongan dengan pembangunan pabrik itu.
Penjualan Blackberry di Indonesia sekitar empat juta unit tahun depan, itu rata-rata 300 dolar AS per unit, sedangkan di Malaysia RIM tidak akan bisa jual lebih dari 400 ribu unit, itu satu persepuluhnya.
"Tapi, kenapa bangun pabriknya di Malaysia?," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan, usai mengikuti rakor di Kemenko Perekonomian, Rabu (7/9). RIM membangun pabrik di Malaysia tapi produknya untuk dijual di Indonesia.
Gita menegaskan hal itu perlu disikapi, apakah dalam bentuk tarif, nontarif, atau inventaris mereka untuk membangun kapasitas produksi di Indonesia. Hal itu merupakan salah satu pembahasan tim Percepatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI).
Bukan hanya RIM, ada pula Bosch, perusahaan asal Jerman, yang membangun pabrik solar panel di Malaysia. Mereka pasti ada kepentingan untuk menjual produksi mereka di Indonesia.
Untuk mencegah hal itu terjadi lagi, Gita sudah mengusulkan kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa agar pemerintah menginvetarisasi produk-produk apa saja yang dikonsumsi dengan skala yang besar di Indonesia, tapi diproduksinya di luar negeri atau di negara tetangga.
"Insentif kan sudah keluar dalam bentuk tax allowance dan tax holiday, tapi yang perlu dipirkan itu disinsentif untuk siapa pun yang produksi barangnya tidak di Indonesia,"