REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Ribuan pemrotes kembali turun ke jalan dan memenuhi lapangan Tahrir, Jumat (9/9). Mereka menuntut kerangka dan peta jalan jelas menuju demokrasi dan pemilu, juga kebijakan untuk mengakhiri pengadilan militer bagi sipil
Sejak 25 Januari hingga kini, kami tidak merasa ada perubahan," ujar seorang petugas layanan sipil, Kamel Ibrahim, 37 tahun, di antara ribuan massa Mesir yang memadati Lapangan Tahrir.
"Preman, pencuri berlipat ganda dan Kepala Keamanan tak melakukan apa pun untuk memperbaiki situasi," ujarnya mengacu pada Moahmed Hussein Tantawi yang sementara ini mengepalai dewan militer berkuasa.
Grup revolusi menyeru protes satu juta massa pada Jumat untuk menuntut implementasi lebih cepat tujuan revolusi yang menggulingkan Mubarak pada Februari.
Para aktivis menegaskan bahwa lebih dari 30 kelompok dan partai politik telah menyepakati 8 tuntutan. Partai Front Demokratik, salah satu partai yang terbentuk setelah revolusi menyatakan akan menuntut dewan militer untuk memberikan kerangka waktu komprehensif yang akan segera mengakhiri periode interim, mulai dengan pemilu presiden.
Di antara tuntutan protes berjudul "Pengkoreksian Jalan" terdapat satu butir yang menginginkan diakhirinya praktek pengadilan militer bagi rakyat sipil serta waktu yang jelas untuk periode transisi.
Protes juga menekan Tantawai. Pasalnya ia memberi kesaksian tertutup pada saat sidang Mubarak pada Ahad pekan lalu.
Hakim juga melarang peliputan media dalam proses satu pekan itu. Figur-figur utama pemerintahan, termasuk mantan pejabat era Mubarak juga akan bersaksi.
"Ini adalah kesempatan terkahir anda, apakah anda akan meletakkan rakyat di hati atau anda pergi," ujar seorang pria dalam massa protes yang hanya menyebut dirinya seorang sopir.
"Apakah anda mampu berkata bahwa Mubarak tidak memberi perintah penembakan terhadap demonstran?" ujarnya berdiri di antara potret besar Tantawi dan Mubarak.
Israel Sebagai Rintangan.
Di titik panas demonstrasi lain di Mesir, ratusan demonstran berkumpul di depan kantor kedutaan besar Israel di Giza. Mereka ingin menghancurkan dinding yang didirikan pemerintah Mesir untuk melingkari bangunan Kedutaan Israel.
"Kita akan runtuhkan dinding ini," ujar Moustafa Abu Saif, 32, begitu ia berdiri di depan Kedutaan Israel. "Tembok akan runtuh seperti kita meruntuhkan rezim Mubarak." ujarnya.
Tembok beton itu dibangun pemerintah Mesir stelah protes harian pekan lalu yang dipicu ketegangan setelah Israel membunuh lima personel keamanan Mesir di perbatasan Sinai pada 18 Agustus.
Protes masif setiap hari digelar di depan Kedutaan Besar Israel di Giza, menuntut pengusian duta besar Israel.
Dalih pejabat Mesir saat itu, dinding dimaksudkan untuk melindungi penghuni dari gedung tingkat tinggi bangunan kedutaan, bukan hanya diplomat Israel.
Para saksi mata mengatakan polisi dan tentara berdiri ketika para aktivis mendekati dinding setinggi 2,5 meter itu.
Pembangunan dinding itu mengirimkan pesan negatif kepada demonstran yang telah marah dengan hubungan dekat Mesir-Israel pada era Mubarak.
"Sejak revoulsi, Mesir hanya memiliki sedikit harga diri bangsa bila berkaitan dengan Israel," ujar satu demonstran, Tarek Amin, 19 tahun. "Jadi tak ada yang benar-benar berubah."