REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - Insiden penyerangan pengunjuk rasa di kompleks kedutaan Israel di Kairo, Mesir, menyebabkan situasi di negara tersebut dalam status siaga. Sebab, aksi protes massa tersebut diwarnai bentrokan antara aparat keamanan setempat dengan massa demonstran.
Dikutip dari BBC, ribuan warga Kairo mengunjuk rasa dan menyerang kompleks kedutaan Israel. Mereka menuntut pertanggung jawaban tewasnya lima pasukan Mesir akibat insiden penembakan yang dilakukan tentara Israel beberapa waktu lalu. Sebelumnya, aksi protes massa berkumpul di lapangan Tahrir, pusat Kota Kairo, menuntut dipercepatnya reformasi di negara itu.
Aksi protes di kompleks kedutaan Israel itu diwarnai bentrokan aparat keamanan dengan massa demonstran. Para demonstran melempari polisi dan tentara dengan batu dan bom melotov. Sementara, aparat keamanan itu membalas dengan gas air mata dan tembakan ke udara. Hampir 500 orang dilaporkan cedera akibat bentrokan ini.
Demonstran masih berada di jalan pusat kota Mesir hingga Sabtu pagi waktu setempat. Mereka berkejaran dengan aparat keamanan yang berupaya mengambil alih kendali situasi dari ribuan orang yang merusak berbagai fasilitas termasuk membakar kendaraan lapis baja milik polisi.
Dalam aksi brutal ini, para demonstran meruntuhkan pagar beton pengaman kedutaan yang dipasang bulan lalu. Massa lalu masuk dengan paksa ke gedung kedutaan, mencopot bendera Israel, lalu membakarnya.
Seorang pejabat senior Mesir mengatakan, setidaknya ada tiga orang tewas dan ribuan orang terluka akibat bentrokan tersebut. Menurut Deputi Menteri Kesehatan Mesir, Hamid Abaza, salah satu demonstran yang meninggal itu akibat serangan jantung. Sementara, ia tidak mengetahui penyebab kematian dua orang lainnya.
Abaza mengatakan sedikitnya 1.093 orang terluka dalam bentrokan itu. ''Namun, hanya 38 orang yang masih dirawat di rumah sakit,'' kata dia kepada AP.
Seorang pejabat Israel mengatakan, perusakan kantor kedutaannya di Kairo merupakan titik balik hubungan diplomatik antara Israel dengan Mesir. Hubungan kedua negara yang berjalan selama 30 tahun itu kini diuji setelah tergulingnya Husni Mubarak dari kursi penguasa Mesir. Di bawah rezim Mubarak, hubungan kedua negara relatif stabil setelah sejarah panjang konflik di antara keduanya.