REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Jaksa Agung, Basrief Arief, membantah institusinya menghentikan proses penyidikan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib. Dijelaskan Basrief, berkembang opini di masyarakat bahwa kasus Munir yang ditangani Kejaksaan Agung seolah-olah dihentikannya.
Ia meluruskan bahwa semua yang berkaitan dengan Munir yang diserahkan ke Kejaksaan Agung itu sudah diselesaikan. Karena itu, pihaknya tidak bisa memenuhi permintaan Amnesty International untuk melakukan penyelidikan ulang kematian Munir.
"Itu bukan kewenangan kejaksaan. Semua selesai," jelas Basrief usai seminar Penyadapan dalam Perspektif Negara Hukum dan Konstitusi di Jakarta, Senin (19/9).
Basrief mengatakan, ada dua hal yang keliru dalam pemberitaan. Pertama, seolah-olah dirinya menutup kasus Munir. Sehingga, kalau itu diminta penyelidikan ulang dalam masa pembunuhan Munir, hal itu bukan wewenang kejaksaan. Kalau tuntutan itu dituruti, pihaknya sama saja bukan menegakkan hukum, melainkan melanggar hukum.
"Inilah persoalanya," tegas Basrief.
Munir meninggal dalam perjalanan pesawat dari Jakarta menuju Amsterdam, 7 September 2004, pada umur 38 tahun. Dia adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat menjabat dewan Kontras, namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu. Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan suaminya.