REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – RUU intelijen diharapkan mampu mencegah penyalahgunaan informasi yang dihimpun aparat intelijen di lapangan.
Laporan yang dihimpun aparat di lapangan, nantinya dikirimkan ke sumber data agar tetap terjaga kerahasiaannya. "Karena itu, RUU ini menjadi penting dibahas," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, TB Hasanuddin, di DPR, Kamis (29/9).
Yang terjadi selama ini, informasi intelijen berakhir di satuan dan belum tentu disampaikan ke pihak yang lebih tinggi dari satuan. TB menilai hal ini sangat berbahaya, karena khawatir diselewengkan untuk selain kepentingan negara.
TB menyatakan anggota di lapangan belum tentu mengetahui akan diapakan laporan mereka. Kemudian, setelah laporan disampaikan, akan diapakan lagi. Sementara, RUU ini mengatur agar informasi intelijen memang benar-benar dimanfaatkan untuk mencegah ancaman negara, bukan untuk dibocorkan ke orang-orang lain yang tidak berkaitan dengan dunia intelijen.
Pihaknya menduga informasi intelijen kerap dibawa petugas intelijen yang sudah dihimpun. Oknum tak bertanggungjawab itu kemudian memanfaatkan informasi tersebut untuk melakukan hal-hal yang bukan untuk kepentingan negara.
TB menyatakan hal ini pernah terjadi di tubuh sebuah lembaga penegak hukum ketika komandannya diganti. Komandan yang baru tak mengetahui profil-profil orang yang sedang menjadi sasaran intelijen. "Data itu tiba-tiba saja hilang entah kemana. Karena itu, RUU ini menindak siapa pun yang terlibat dalam pembocoran informasi intelijen," jelasnya.
Pengamat Intelijen, Wawan Purwanto, menyatakan fungsi koordinasi intelijen memang dibutuhkan agar informasi yang sudah dihimpun lama tetap terjaga. Menurutnnya, yang terjadi selama ini, informasi intelijen terus mengalir. Kalau terputus, maka bisa langsung ditanyakan kepada oknum atau pihak terkait selama masih hidup.
Menurut Wawan, RUU ini harus tetap menjaga kerahasiaan intelijen. Informasi yang dihimpun pihak intelijen harus diatur untuk kepentingan negara. "Harus ada pengaturan sanksi bagi yang memanfaatkan informasi intelijen untuk selain kepentingan yang seharusnya," tegasnya.
Sementara Kepala BIN, Sutanto, menyatakan fungsi koordinasi ini akan diatur dalam Keputusan Presiden (Kepres), agar pengaturan koordinasi sepenuhnya ditetapkan oleh orang nomor wahid di negeri ini. "Kita tak ada wewenang untuk mengatur itu," ujarnya.