Jumat 30 Sep 2011 21:14 WIB

RUU Intelijen Kekang Kebebasan Menerima Informasi

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Peneliti Elsam, Wahyudi Jakar (dari kiri), LBH Masyarakat, Alexardo Hernowo, Direktur Eksekutif ISDPS Mufti Makarim, dan Direktur Eksekutif Kontras Haris Azhar, saat melakukan diskusi tentang RUU Intelijen Negara di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (30/9).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Peneliti Elsam, Wahyudi Jakar (dari kiri), LBH Masyarakat, Alexardo Hernowo, Direktur Eksekutif ISDPS Mufti Makarim, dan Direktur Eksekutif Kontras Haris Azhar, saat melakukan diskusi tentang RUU Intelijen Negara di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – RUU Intelijen dinilai mengekang kebebasan masyarakat untuk menerima informasi.

Pasalnya, masyarakat yang mendapatkan informasi yang dianggap rahasia, bisa terjerat hukum. "Masalahnya belum ada definisi yang pasti apa itu rahasia?" ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar, saat dihubungi, Jumat (30/9).

Bisa saja informasi yang sudah sampai ke publik kemudian diklaim rahasia, sehingga akses informasi terputus. Hal ini juga akan menghambat kinerja pewarta (jurnalis) ketika ingin mendapatkan akses dokumen.

Ketika disebut dokumen itu rahasia, maka tak lagi dapat diakses. Lalu apa definisi rahasia? "Apakah hanya diberi stempel rahasia, kemudian dokumen itu dianggap rahasia," tanya Haris masygul.

Selama ini, menurutnya, belum ada definisi rahasia, namun tiba-tiba RUU Intelijen menyebut rahasia negara. Hal ini akan menghambat proses transparansi sehingga tonggak demokrasi bisa terancam.

RUU ini, kata Haris, akan berdampak pada organisasi yang langsung berdekatan dengan masyarakat, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Akses mereka untuk mengontrol pemerintah semakin tertutup.

Dia juga menilai RUU ini akan mengancam hak asasi seseorang, terutama mereka yang sedang menjalani proses hukum, kemudian dianggap mengetahui informasi intelijen. "Mereka akan dimintai keterangan, sesuai dengan wewenang intelijen dalam RUU itu. Bagaimana prosedurnya masih belum jelas," tandasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement