Selasa 01 Nov 2011 16:23 WIB

'Tausiyah' MUI Jelang Idul Adha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan 'taushiyah' dan bimbingan keagamaan menyongsong Idul Adha, tata cara pelaksanaan ibadah kurban dan haji.

Kepada sejumlah wartawan di Gedung MUI Jakarta, Selasa (1/11), Ketua MUI Prof Dr H. Umar Shihab didampingi Ketua MUI lainnya, Drs H. Slamet Effendy Yusuf, M.Si meminta agar seluruh umat Islam selain dalam menyambut Idul Adha dengan mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil juga dapat menjaga ketertiban.

Bagi yang melaksanakan takbir keliling diharapkan dapat berkoordinasi dengan aparat keamanan. Termasuk pula para khatib agar menyampaikan materi khutbah yang meneduhkan, menyampaikan pesan moral dari ibadah haji, kurban dan kebersamaan.

Pada bagian lain, Umar Shihab pun berharap agar umat Islam yang melaksanakan ibadah kurban dapat mengindahkan standarisasi hewan yang disembelih. Hewan tak cacat, bersih dan jauh dari penyakit. Juga memperhatikan cara penyembelihan dengan tetap mengacu kepada ketentuan yang berlaku.

Memperhatikan kebersihan lingkungan. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut Asma Allah. Penyembelihan hendaknya dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan, saluran pernafasan/tenggorokan dan dua pembuluh darah.

Penyembelihan dilakukan dengans satu kali dan cepat. Memastikan adanya aliran darah dan atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut, paparnya.

Terkait dengan ibadah haji, Komisi Fatwa MUI menerima pernyataan dari Kementerian Agama mengenai peyembelihan hewan 'Dam' di Tanah Air dan badal tawaf ifadhah, dan terhadap masalah tersebut Komisi Fatwa MUI telah menetapkan fatwa. Yaitu, jamaah haji yang melaksanakan haji 'tamattu' atau qiran wajib membayar dam dengan memotong seekor kambing.

Jika tidak mampu, dapat diganti dengan berpuasa 10 hari, tiga hari di Tanah Haram dan tujuh hari di Tanah Air. Penyembelihan hewan dam atas haji tamattu atau qiran dilakukan di Tanah Haram. Jika dilakukan di luar Tanah Haram hukumnya tidak sah. Dan daging yang telah disembelih didistribusikan untuk kepentingan fakir miskin Tanah Haram.

Jika ada pertimbangan kemaslahatan yang lebih, maka dapat didistribusikan kepada fakir miskin di luar tanah haram. Sedangkan hewan dam atas haji tamattu atau qiran tidak dapat diganti dengan sesuatu di luar kambing yang senilai (qimah).

Terkait dengan itu, MUI mengeluarkan rekomendasi agar Kementerian Agama mengatur dan menertibkan pembayaran dam bagi jamaah haji Indonesia, guna menjamin terlaksananya ibadah tersebut secara benar dan mencegah terjadinya penipuan dan penyimpangan.

Kementerian Agama pun diminta berkoordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk mengelola dam yang dibayarkan oleh jamaah haji Indonesia demi kemanfaatan bagi fakir miskin, termasuk Indonesia.

Bagi jamaah haji Indonesia harus memastikan bahwa pelaksanaan dam atas haji tamattu' atau qiran terlaksana dengan benar, dengan melaksanakan sendiri atau mewakilkan kepada lembaga yang amanah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement