REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Tersangka teroris yang menjadi otak intelektual aksi Bom Buku, Pepi Fernando alias Maman alias Muhammad Romi alias Ahyar menjalani persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (3/11).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat Pepi dengan pasal berlapis dengan ancaman hukuman mati.“Terdakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme. Ancaman maksimal hukuman mati,” kata koordinator JPU, Bambang Suharyadi dalam persidangan di PN Jakbar, Kamis (3/11).
Bambang menyebutkan perbuatan Pepi melanggar pasal 14 juncto pasal 6, pasal 14 juncto pasal 7 dan pasal 14 juncto 9 UU Nomor 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Selain itu, JPU juga mendakwakan pasal 15 juncto pasal 6, pasal 15 juncto pasal 9 dan pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, karena kepemilikan dan penggunaan senjata api dan bahan peledak.
JPU memaparkan Pepi dan kelompoknya merencanakan aksi bom buku dan bom di Cawang, Cibubur, Puspitek (Tangerang Selatan) dan bom di Gereja Christ Cathedral Gading Serpong. Tindakan perencanaan, pembuatan, pengiriman dan peletakan beberapa bom ini di Jakarta dan sekitarnya, lanjutnya, sebagai pelaksanaan jihad untuk menggetarkan dan menakuti orang-orang kafir yang memerangi Islam.
“Aksi ini bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional dengan disiarkan melalui jaringan televisi Al Jazirah sebagai bentuk aksi teror bom di Indonesia yang telah menimbulkan adanya korban jiwa dan luka-luka, serta telah menciptakan kekhawatiran dan rasa takut bagi masyarakat luas,” jelasnya.
Usai mendengar dakwaan JPU, Pepi pun berunding kepada penasihat hukumnya, Asludin Hatjani. Melalui kuasa hukumnya, ia menyatakan keberatan terhadap dakwaan JPU dan akan mengajukan eksepsi.