REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Ingat berita yang menghebohkan soal gunjingan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Presiden AS Barack Obama soal Perdana Menteri Israel, Benjamin netanyahu? Dengan dingin, Sarkozy yang tak tahu mikrofon masih menyala menyebut, "Dia (Netanyahu) adalah seorang pembohong."
Presiden Prancis menjelaskan kejadian yang menyebabkan ia menyebut 'Netanyahu pembohong' adalah karena ia frustrasi atas penolakan Israel untuk menyertakan Prancis dalam pembebasan Gilad Shalit, tentara Pasukan Pertahanan Israel, yang bertahun-tahun ditahan Hamas. Tepatnya, Israel menolak menggunakan helikopter Prancis untuk mengangkut Shalit dari Mesir ke Israel.
Sarkozy menjelaskan hal ini kepada para pemimpin Yahudi dalam sebuah acara baru-baru ini.
Menurut seorang pejabat Israel, Sarkozy mengatakan kepada para pemimpin Yahudi bahwa kemarahannya dengan Netanyahu disebabkan oleh peristiwa seputar kesepakatan untuk membebaskan Gilad Shalit.
Sarkozy menawarkan Netanyahu bantuan sebuah helikopter Prancis untuk menerbangkan Shalit dari Mesir ke pangkalan udara Israel Tel Nof setelah dibebaskan dari tahanan Hamas. Namun Netanyahu menolak tawaran itu .
Selain itu, Elysee Palace meminta duta besar Prancis untuk Israel, Christophe Bigot, berpartisipasi dalam upacara penyambutan untuk Gilad Shalit di Tel Nof, tetapi Israel juga menolak tawaran itu.
Sarkozy sangat frustrasi oleh penolakan Israel, kata pejabat itu, juga oleh kenyataan bahwa Prancis tidak mendapatkan kredit apapun untuk pembebasan Shalit. Dia menjelaskan bahwa Prancis pantas untuk menjadi bagian dari perayaan pembebasan Shalit diculik sejak tentara IDF juga memegang kewarganegaraan Prancis, serta karena upaya pribadinya untuk membebaskan Shalit.
Menurut pejabat Israel, frustrasi Sarkozy diintensifkan ketika Israel tidak memberikan kredit tidak hanya untuk para mediator Mesir tetapi juga untuk para perunding Jerman, yang terlibat dalam tahap awal negosiasi kesepakatan pertukaran tawanan.
Dalam beberapa pekan terakhir, para pejabat Prancis beralih ke kedutaan besar Israel di Paris dan meminta bahwa Israel membuat isyarat simbolis melibatkan Prancis dalam fase kedua dari kesepakatan Shalit. Mereka meminta bahwa Israel mempertimbangkan melepaskan tahanan Palestina-Perancis Salah Hamouri, anggota PFLP yang ditangkap pada tahun 2005 untuk perencanaan untuk menembak pemimpin spiritual Shas, Ovadia Yosef di Yerusalem.