REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG – Karena lama tak aktif, petugas Badan Geologi kesulitan mendeteksi aktivitas Gunung Sindoro di perbatasan Temanggung–Wonosobo. Sehingga untuk mengetahui secara persis kondisi gunung yang tengah menujukkan aktivitasnya ini perlu pemantauan secara detail.
"Selama aktif normal selama kurun waktu 41 tahun ini, aktivitas Sindoro nyaris tak terpantau. Sehingga menyulitkan kami mendeteksi perilaku Sindoro," terang Kepala Sub Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Berapi Wilayah Barat, Badan Geologi, Hendra Gunawan, di Pos Pengamatan Gunung Sindoro-Sumbing, Gentingsari, Ahad (11/12).
Untuk mengetahui secera persis kondisi Sindoro, kata Hendra, diperlukan pengamatan detail. Oleh karena itu, rencana pemasangan alat pemantau yang semula dua jenis, ditambah menjadi enam jenis.
Hingga Ahad (11/12), pemasangan sejumlah alat pemantau masih dilakukaan di lereng Gunung Sindoro, tepatnya di ketinggian antara 1.750-2.000 meter dari permukaan laut (dpl). Alat yang dipasang adalah elektronik distance measurement (EDM) dengan tiga reflektor, seismik, mini DOAS, dan tilt meter.
Kata Hendra, empat alat di antaranya dipasang di Gunung Sindoro. Sedangkan dua lainnya digunakan untuk pemantauan mobile. Keenam alat yang diletakkan di lereng Sindoro tersebut, adalah seismograf short period (tiga unit), seismograf broadband (dua unit), tilt meter (satu unit), dan electronic distance measurement atau EDM dengan dua reflektor. Alat yang mobile adalah kamera inframerah satu unit dan mini differential optical absorption spectrometer atau (DOAS) satu unit.
Alat-alat tadi, kata Hendra, sangat diperlukan supaya bisa melakukan pengamatan secara detail. Selama ini, Sindoro hanya diamati melalui pengataman visual dan seismograf. "Dengan ditambah peralatan tersebut, kami bisa mengetahui kondisi Sindoro lebih detail," katanya.
Menurut Hendra, seismograf short period dan seismograf broadband berfungsi untuk memantau aktivitas kegempaan. Tilt meter dan EDM digunakan untuk mengukur deformasi gunung. Mini DOAS dan kamera inframerah masing-masing digunakan untuk mengukur tekanan uap panas dan anomali panas di kawasan puncak gunung. "Pengetahuan kondisi Sindoro secara mendetail, dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat, terkait upaya apa saja yang harus dilakukan untuk menekan resiko bencana," jelas Hendra.