REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Kongres Amerika Serikat terus menekan pemberian sanksi keras tambahan terhadap Bank Sentral dan sektor minyak Iran, serta menolak permintaan pemerintahan Obama untuk memberikan kemudahan kepada Iran.
Tetapi Presiden AS Barack Obama menentang usulan Senat untuk mengintensifkan sanksi terhadap Iran. Menurutnya, sanksi lain kepada Iran hanya akan merusak upaya pemerintahnya saat ini untuk menekan Iran. Selain itu, sanksi lebih berat akan berpotensi memiliki efek sebaliknya yang justru akan meningkatkan keuntungan minyak Iran.
Jalur keras yang dipilih Partai Republik dan Demokrat di Kongres menggunakan sikap pemerintah tadi untuk mengklaim Obama bersikap "lunak" terhadap keamanan nasional AS dan ancaman Iran yang semakin meningkat. Tetapi Obama menolak pendapat ini, dan mengatakan pemerintahannya telah memberlakukan sanksi sistematis terberat yang pernah diterima Iran.
Pemerintahan Obama juga diketahui melakukan kebijakan untuk melawan Iran yang dikatakan paling agresif. Beberapa diantaranya, AS terlibat dalam perang rahasia terhadap Iran, yang mencakup perang cyber, sabotase komersial, pembunuhan yang ditargetkan kepada ilmuwan nuklir Iran, dukungan kepada teroris Iran dengan tujuan melemahkan rezim, serta jangkauan mata-mata yang luas, dan sanksi keras ekonomi.
Kebijakan sanksi Amerika terhadap Iran merupakan upaya untuk mencegah pencapaian Iran menguasai senjata nuklir, meskipun gagal mendapatkan secuil bukti bahwa program senjata nuklir Iran sedang berlangsung.
Mengenai kemungkinan tambahan sanksi yang datang dari Uni Eropa, Iran merasa percaya diri bahwa hal ini tidak akan menimpa mereka. Menteri Perminyakan Iran, Rostam Qasemi mengingatkan bahwa tambahan sanksi akan merugikan pasar minyak mentah global.
"Kebijakan kami adalah pasokan berkelanjutan minyak ke Eropa. Iran adalah produsen minyak utama Uni Eropa dan sanksi terhadap ekspor minyak kami pasti akan merugikan pasar global," kata Qasemi dalam sebuah konferensi pers.