REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA - Populasi Muslim di Australia meningkat pesat setiap tahun. Sebagian kecil dari populasi Muslim Australia merupakan penduduk pribumi, Aborigin. Meski jumlahnya tidak sebesar populasi Muslim imigran atau kulit putih, jumlah Muslim Aborigin terus meningkat setiap tahun.
Dalam sensus nasional Australia 2001, jumlah Aborigin yang memeluk Islam mencapai 641 orang. Lima tahun berselang, saat Sensus nasional 2006, jumlahnya meningkat 60 persen menjadi 1014 orang. Diperkirakan pada sensus nasional 2011, jumlahnya bakal meningkat.
Sejumlah pengamat mengatakan meningkatnya populasi Muslim Aborigin tidak terlepas dari syiar Islam di kalangan mereka semenjak dahulu kala. Ada sejarah panjang antara masyarakat Aborigin dan Islam.
Para pedagang Muslim datang dari Indonesia sekitar awal abad ke-18. Mereka menetap dan menikah dengan penduduk lokal. Hal itu terbukti dari ditemukannya unsur Islam dalam mitologi Aborigin di utara Australia.
Dalam upacara pemakaman yang dilakukan masyarakat Aborigin di Pulau Elcho Galiwinku hari ini, ada sosok Walitha'walitha, sebuah adaptasi dari frase bahasa Arab, Allah ta'ala.
Serupa
Muslim pertama di Australia merupakan penunggang unta. Mereka berasal dari Afganistan. Tak heran, dalam masyarakat Aborigin dikenal nama Khan, Sultan, Mohamed dan Akbar.
Selanjutnya, pertengahan 1880-an, Muslim Melayu datang ke utara Australia sebagai buruh paksaan yang bekerja di industri budidaya mutiara. Dengan warga lokal, mereka berinteraksi. Sebagian dari mereka menikah dengan warga lokal.
Peta Stephenson, peneliti dari universitas Melbourne menuturkan identifikasi Islam dan Aborgin terekam dalam budaya seperti sunat, perjodohan, atau poligami.
"Dalam kasus Alinta (keturunan Aborigin), Aborigin dan Islam menekankan pihak laki-laki dan perempuan memiliki peranan seimbang," kata dia.
Persamaan lain, Islam dan Aborigin juga menghargai lingkungan. "Air dan makanan begitu berharga, Anda hanya perlu mengambil apa yang dibutuhkan," pungkasnya.