REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat birokrasi Universitas Indonesia (UI), Irfan Ridwan Maksum, mengkritik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengeluhkan birokrasi di Indonesia menjadi penghambat pembangunan.
Menurut Irfan, tidak seharusnya Presiden terlalu banyak mengekspose keresahannya ke publik. Dia menyarankan agar pemerintah terus bekerja membenahi birokrasi yang memang lamban dan banyak masalah untuk diajak memajukan kesejahteraan masyarakat.
“Keluhan Presiden itu menampar muka sendiri. Dia tak ada ubahnya seperti mantan Presiden Megawati yang mengeluh birokrasi seperti keranjang sampang,” ujar Irfan, Senin (26/12).
Menurut Irfan, menyalahkan birokrasi tidak membuat pembangunan di Indonesia bisa berjalan lebih baik. Karena itu, pihaknya menyarankan agar SBY segera mengambil langkah tegas untuk menata dan membenahi persoalan birokrasi.
Ada dua persoalan yang dihadapi birokrasi, kata Irfan, yakni birokratnya yang buruk dan sistemnya yang tidak tertata dengan baik. Karena itu, ia menilai pembenahan birokrasi bisa melalui dua langkah, yakni struktural dan kultural. Kalau struktural diperlukan komitmen kuat agar Presiden ikut terlibat pembenahan birokrasi, sebab kalau mengandalkan kultural bisa berjalan sangat lama.
Sayangnya, momentum perbaikan birokrasi malah tidak diambil SBY. Penambahan posisi wakil menteri saat reshuffle lalu, menjadi bukti kalau Presiden tidak berniat melakukan reformasi birokrasi. Perbaikan birokrasi, kata dia, hanya manis di mulut, tapi tidak dijalankan. “Akibatnya birokrasi kita semakin gemuk, bukan tambah efisien. Presiden sendiri yang membuat seperti itu.”