REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seruan boikot pesta perayaan tahun baru yang diserukan sejumlah komunitas muslim internasional ditanggapi dingin oleh sebagian masyarakat Jakarta.
Ketua Forum Betawi Bersatu (FBB) Amirullah, menilai, perayaan tahun baru semestinya ditanggapi secara positif sebagai ajang persatuan bangsa. “Memang ini bukan budaya asli dalam negeri, tapi selama itu baik untuk persatuan bangsa ya tidak masalah,” ungkapnya kepada Republika, Sabtu (31/12).
Meski demikian, Amirullah tidak menampik adanya dampak negatif dari perayaan tersebut. Konsentrasi massa yang berlebihan pada satu titik tertentu dipandangnya dapat menimbulkan masalah ketertiban dan keamanan. Persoalan semacam ini bila tidak diantisipasi dengan baik justru dapat menimbulkan dampak sosial yang lebih luas. “Seperti di Jakarta ini kan terdiri dari berbagai suku dan budaya, jadi kalau ketertiban tidak dijaga ya bisa berbahaya,” katanya.
Hal berbeda diungkapkan pengasuh komunitas Lawang Ngajeng, Wahyu NH Aly. Menurutnya, pesta perayaan tahun baru lebih identik kepada sesuatu yang tidak berguna. Menurutnya, pesta perayaan semacam itu lebih cenderung pada pemborosan waktu, biaya, dan energi. “Daripada untuk pesta kan lebih baik dialokasikan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti menyantuni orang miskin,” tandasnya.
Komunitas Lawang Ngajeng memiliki cara tersendiri untuk merayakan pergantian tahun. Wahyu dan komunitasnya lebih memilih melakukan tirakat dengan mengurangi makan dan muhasabah guna mengevaluasi kekurangan-kekurangan dalam setahun yang telah lewat. Selain itu, mereka juga menjadikan kesempatan ini sebagai momen silaturahmi dari berbagai kalangan. “Kita mengundang dari kalangan santri, buruh, hingga pelacur untuk berkumpul bersama,” katanya.