REPUBLIKA.CO.ID, Tarekat (dalam bahasa Arab Tariqah) merupakan intipati pelajaran Ilmu Tasawuf. Dengannya, seseorang dapat menyucikan diri dari segala sifat-sifat keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat akhlaq yang terpuji. Dalam Wikipedia disebutkan, tarekat juga merupakan batin atau inti bagi syariat, yang dengannya seseorang dapat memahami hakikat amalan-amalan salih dalam Islam.
Ilmu Tarekat merupakan suatu jalan khusus menuju makrifat dan hakikat Allah SWT. Ia termasuk dalam ilmu mukasyafah dan merupakan ilmu batin, ilmu keruhanian dan ilmu mengenal diri. Ilmu tersebut bersumber pada Allah yang diwahyukan kepada diwahyukan kepada sekalian Nabi dan Rasul terutama para Ulul ‘Azmi.
Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah berhulu pada diri Nabi Muhammad saw melalui Abu Bakar as-Siddiq ra, khalifah pertama yang juga salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw. Tarekat ini merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebarannya. Dalam Wikipedia disebutkan, tarekat ini dapat dijumpai di banyak wilayah Asia Muslim, serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan Dagestan, Rusia.
Konon, yang ditiru para sufi dari Abu Bakar ash-Shiddiq adalah kesahajaannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ia pernah hidup hanya dengan sehelai kain. Riwayat lain yang dikutip dalam www.baitulamin.org menyebutkan, Abu Bakar juga pernah memegang lidahnya sendiri seraya berkata, “Lidah inilah yang senantiasa mengancamku.” Sehingga untuk menjaga lidahnya dari segala perkataan yang tidak bermanfaat, ia kerap mengulum batu kerikil.
Sifat lain yang juga diteladani dari sahabat Nabi saw itu adalah kedermawanannya. Dikisahkan bahwa pada Perang Tabuk, Rasulullah saw meminta kaum Muslimin mengorbankan hartanya. Maka datanglah Abu Bakar membawa seluruh harta yang dipunyanya.
Diletakkannya harta itu di antara kedua tangan Rasulullah yang kemudian bertanya, “Apa lagi yang kau tinggalkan bagi anak-anakmu, wahai Abu Bakar?” Sang sahabat menjawab, “Saya tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya.”
Kedermawanan Abu Bakar tersebut mengandung nilai kerelaan berkorban di jalan Allah, serta menyandarkan diri hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Sikap kepasrahan yang tinggi itulah yang oleh para sufi dijadikan panutan. Sifat Abu Bakar itu dianggap sebagai benih akhlak para sufi kemudian.