REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN--Bila wilayah strategis Selat Hormuz ditutup oleh Teheran sebagai reaksi terhadap larangan minyak Barat terhadap Iran, maka tidak akan ada cara alternatif bagi AS dan Uni Eropa untuk mengimbangi blokade Iran.
Peter Sand, analis kepala di The Baltic dan International Maritime Council, mengatakan, "Penggunaan rute alternatif untuk melakukan pengiriman minyak, akan meningkatkan biaya transportasi dan menyebabkan minyak akhirnya mencapai pasar pada jeda waktu lama dan jumlah yang sedikit," katanya, Rabu (8/2).
Amerika Serikat dan sekutunya, Eropa, baru-baru ini memberlakukan sanksi-sanksi baru terhadap Iran atas program nuklir damainya, yang bertujuan untuk mengurangi impor minyak Iran dan melarang transaksi keuangan dengan lembaga keuangan Republik Islam.
Pemerintah Iran telah mengumumkan bahwa jika Teheran tidak bisa mengimpor minyak melalui Selat Hormuz, ia akan mengambil tindakan balasan, seperti menutup Selat Hormuz di mana sekitar 15-17 juta barel per hari (bpd) minyak mentah melewatinya.
Menurut Dow Jones, Selat Hormuz saat ini sedang digunakan oleh anggota OPEC, Kuwait, Iran, Irak, Qatar, Arab Saudi dan UEA untuk mengekspor minyak mentah. Badan Informasi Energi AS baru-baru ini melaporkan bahwa sekitar 70 juta metrik ton gas alam cair telah melewati Selat Hormuz pada Januari-Oktober 2011.
Paulus Domjan, penasihat dari lembaga energi Amerika , AMAN, sebuah organisasi memerangi ketergantungan minyak AS mengatakan, "Minyak yang paling realistis yang dapat dialihkan melalui jaringan pipa adalah 4,5-5.000.000 barel per hari bahkan dalam kasus terbaik sekalipun,"ujarnya.
Bahkan dalam kasus itu, tambahnya, persediaan AS masih kekurangan diperkirakan sampai 13 juta barel per hari di pasar.