REPUBLIKA.CO.ID, Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya.
Rasulullah melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?”
Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”
Nabi SAW menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya beliau terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri beliau menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan.
Suatu ketika, Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah sambil menangis.
Rasulullah menghiburnya, "Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.”
Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ Dia menangis.
Kemudian Rasulullah menghampirinya dan berkata, "Mengapa engkau menangis?"
Shafiyyah menjawab, "Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah."
Rasulullah SAW bersabda, "Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?"
Rasulullah SAW kemudian berkata kepada Hafshah, "Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”
Salah satu bukti cinta Shafiyyah kepada Nabi terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang Nabi wafat.
Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain.
Melihat hal yang demikian, Nabi bersabda, “Berkumurlah!”
Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?”
Rasulullah menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.”
Setelah Rasulullah wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum Muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi SAW.
Saat terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di pemakaman Baqi’ berdampingan dengan makam istri-istri Nabi SAW.