REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan hak veto Rusia terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB mengenai Suriah bukan sebagai bentuk dukungan kepada penguasa negara tersebut. Menurut Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Ivanov, hak veto itu sebagai upaya agar hukum internasional ditegakkan.
"Kami meminta agar hukum internasional ditegakkan dan tidak ingin kejadian seperti di Libya terulang kembali. Rusia menginginkan pemerintah dan pihak oposisi yang bertikai di Suriah duduk bersama dalam meja perundingan," katanya, Selasa (14/2). Menurut dia, korban jiwa bertambah di Libya ketika Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi untuk diterapkan.
Dikatakannya, Suriah bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri, tanpa ada pihak lain yang ikut campur dalam permasalahan negara itu. "Campur tangan akan membuat kondisi negara itu semakin memburuk," kata dia. Bahkan Rusia, lanjut dia, akan memfasilitasi jika pemerintah dan oposisi ingin melakukan perundingan.
"Kami sudah menyiapkan Moskow sebagai tempat berunding kedua pihak. Hanya pemerintah dan oposisi, Rusia tidak akan ikut campur," kata Dubes Ivanov. Rusia juga, kata dia, akan terus menekan pemerintah dan oposisi menghentikan pertikaian, demi mencegah jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak lagi.
Rusia dan Cina menggunakan hak veto mereka pada 4 Februari guna menggagalkan rancangan resolusi terhadap Suriah, yang didukung oleh Liga Arab serta sejumlah negara Barat. Sedikitnya 5.400 orang dilaporkan telah tewas dalam aksi protes terhadap pemerintah Suriah yang telah berlangsung selama 11 bulan terakhir.