REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Program konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kilogram, ternyata menyisakan persoalan yang cukup pelik bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta. Pasalnya, hingga kini Pemkab Purwakarta tidak bisa intervensi mengenai distribusi gas ke masyarakat. Hal itu, disebabkan masalah status pangkalan gas yang ada di daerah ini.
Kabap Perekonomian Setda Purwakarta, Abad Hasyim, mengatakan, program konversi gas ini sangat berbeda dengan distribusi minyak tanah bersubsidi. Semua yang berkaitan dengan gas, telah di atur oleh pusat melalui Pertamina, Hiswana Migas, dan agen. Pemda, sama sekali tidak dilibatkan. "Termasuk juga soal pangkalan yang seluruhnya masih ilegal," ujar Abad, Rabu (15/2).
Disebutkan Abad, agen gas elpiji mengantongi izin dari Pertamina. Untuk Puwakarta, ada sembilan agen. Adapun, dengan status pangkalan, yang mengeluarkan izinnya yaitu agen. Dengan catatan, harus memiliki rekomendasi dari pemda setempat.
Sejak 2009 lalu, agen gas elpiji sudah diajak duduk bersama untuk membahas pangkalan. Mereka, siap mengurus rekomendasinya. Akan tetapi, hingga dua tahun berselang rekomendasi tersebut tidak pernah diuruskan. Termasuk juga ketika ada kenaikan harga gas sebesar Rp 1.000 per tabung, pemkab, sama sekali tidak mengetahuinya.
Dengan demikian, tudingan yang mengarah pemda meminta jatah dari marjin gas tersebut, tidak memiliki landasan hukum. Jangankan meminta jatah, kata dia, mereka koordinasi untuk menaikan harga juga tidak pernah.