REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menyatakan perundingan antara Indonesia dan Malaysia (Joint Indonesia Malaysia-JIM) berjalan di tempat. Untuk penyelesaiannya, tidak bisa dipastikan. Deputi bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP, Laksamana Pertama Soesetyo, menyatakan perundingan batas negara itu untuk daerah sepanjang 2004 kilometer atau dua kali panjang Pulau Jawa.
Permasalahan yang muncul adalah kedua delegasi antara Indonesia dan Malaysia harus benar-benar sabar dalam menghadapi berbagai persinggungan untuk membahas rambu hukum internasional kedua negara. Dia mengakui, sengketa perbatasan itu bisa mengganggu kedaulatan Indonesia. "JIM ini kita tak punya target, tapi tetap prospek setiap tahun harus ada," katanya di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jumat (17/2).
Dikatakannya, hingga kini secara demarkasi masih tersisa sembilan titik bermasalah (outstanding boundary problems) dengan Malaysia, di antaranya Pulau Sebatik, Sungai Simantipal, segmen daerah prioritas 2700, dan segmen daerah prioritas C500 di Kalimantan Timur. Kemudian segmen Gunung Raya, Batu Aum, Sungai Buan, dan segmen D400, dan Tanjung Batu di Kalimantan Barat.
Soesetyo menjelaskan, sepanjang 1973 hingga 2009, telah dihasilkan tugu batas sebanyak 19.328 buah lengkap dengan koordinatnya. Namun, diakuinya, patok tersebut berukuran kecil sehingga tidak efektif untuk dijadikan sebagai tanda pembatas dua negara. "Pada April nanti kita berdiskusi lagi dengan Malaysia untuk membicarakan masalah ini," katanya.