REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dinilai mengabaikan Undang-Undang nomor 12/2011 tentang fakir miskin. Tidak mencapai 10 persen dari total dana PNPM yang dialokasikan untuk fakir miskin. Sisanya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan sekolah, dan pembangunan lainnya yang sudah didanai negara.
"Ini kacau," ungkap Anggota Komisi II dari PDIP, Zainun Ahmadi, di DPR, Rabu (22/2). PNPM yang seharusnya total pelaksanaan programnya untuk fakir miskin, justru dialokasikan untuk kepentingan yang tidak karuan. "Jelaskan, tambah Zainun, apa hubungan fakir miskin dengan infrastruktur jalan dan pembangunan sekolah," Sehingga realisasi PNPM dinilainya banyak menyalahi UU yang ada.
Dana PNPM tidaklah cocok dialokasikan untuk pembangunan sekolah, karena kementerian pendidikan sudah mendapatkan jatah APBN terbanyak dibandingkan kementerian lainnya. "Jadi sudahlah, biarlah pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh APBN," paparnya.
Pengabaian itu, menurut dia, mengakibatkan pengentasan kemiskinan tidak signifikan. Pemerintah hanya mengurangi angka kemiskinan dalam jumlah terbatas. "Buat apa kalau tidak signifikan. Ini main-main namanya," imbuh Zainun. Pemerintah seharusnya maksimal mengentaskan kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat fakir miskin, seperti yang dilakukan Pemerintah Bangladesh.
Jumlah dana PNPM untuk 2012 ini diprediksi mencapai Rp 11 triliun, jauh lebih tinggi dari alokasi dana PNPM setahun sebelumnya yang hanya Rp 9 triliun. Lagi-lagi, dana itu digunakan untuk kepentingan 11 kementerian. Sementara kepentingan pengentasan kemiskinan tidak menjadi prioritas.