REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pejabat dan birokrat Indonesia telah kehilangan jati diri dan bergaya feodal. Tandanya mereka mau menang sendiri dan minta dihormati.
Padahal harusnya mereka bertugas melayani masyarakat, bukannya malah minta diistimewakan oleh rakyat. "Saya melihat kecenderungan para pejabat negara seperti itu," kata Wakil Presiden era Orde Baru, Try Sutrisno, di Jakarta, Kamis (23/2).
Menurut Try, tanda pejabat sekarang semakin arogan terlihat dengan banyaknya mereka yang meminta pengawalan di sepanjang jalanan. Karena ingin cepat dalam perjalanan, mereka menggunakan pengawal motor (voorijder) membelah kemacetan dengan membunyikan alarm yang meraung-raung.
Try menilai, tidak sepatutnya kelakuan pejabat seperti itu dengan meminta keistimewaan. Kalau presiden dan wakil presiden, pihaknya bisa memakluminya sebab keduanya merupakan simbol negara. "Tapi ini semuanya minta pengawalan. Apa mereka tidak malu kepada rakyat?" sindir Try.
Dia mengisahkan, saat menjabat sebagai panglima ABRI dulu, Try tidak pernah dikawal dengan model pengawalan pejabat saat ini. Saat itu, pihaknya merasa malu mendapat fasilitas mobil. Sehingga pihaknya hanya dikawal satu tentara dengan mengendarai sepeda motor yang berada di belakangnya untuk mengikutinya ke manapun dia pergi. Tujuannya kalau ada perlu apa-apa pengawalnya tersebut bisa membantu menyapu kemacetan jalanan.
Di luar itu, Try mengaku tidak pernah meminta pengawalan sebab tidak takut terhadap ancaman keamanan yang berpotensi menyerangnya. Oleh sebab itu, ia heran dengan alasan pejabat sekarang yang meminta pengawalan dengan alasan antisipasi terhadap keamanannya. "Soal ancaman itu serahkan kepada Lillahi Ta'ala. Tidak perlu takut," kata Try.