Selasa 28 Feb 2012 20:19 WIB

Ormas Keagamaan Dinilai Belum Seragam

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Pimpinan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Hamid Fahmi, menilai bahwa organisasi Islam yang telah lama berkembang belum sepenuhnya dapat menjawab seputar permasalahan yang kini terjadi.

Selain itu, pihaknya pun menilai bahwa keseragaman organisasi keagamaan pun belum diwujudkan. Padahal, kata dia, ormas-ormas tersebut sejatinya dapat memberikan titik terang dari persoalan yang ada.

Tapi sejumlah fatwa yang seharusnya menjadi solusi, menurut MIUMI, malah belum tersosialiasikan dengan baik. “Internal pun belum sepenuhnya sampai,” ujarnya saat jumpa pers sebelum acara Deklarasi MIUMI, di Grand Sahid Jaya, Selasa (28/2) malam.

Selain itu, kata Hamid, fatwa yang selama ini ada pun hanya baru memakai dasar studi literatur saja. Padahal, fakta-fakta yang ada di lapanganlah yang seharusnya menjadi pedoman. Karena itu, MIUMI akan menjadi lembaga keagamaan yang berperan dalam tiga hal.

Pertama, jelas dia, meriset ulang fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kedua, memberikan sosialisasi terhadap hasil fatwa yang telah diuji pihaknya. Ketiga, yakni membantu MUI dan lembaga Islam lainnya untuk menegakkan fatwa yang ada.

Sekretaris Jenderal MIUMI, Bahtiar Nasir, mengatakan MIUMI sekaligus akan merevitalisasi lembaga-lembaga keagamaan yang telah ada. Pasalnya, kata dia, sejumlah perbedaan kerap terjadi walaupun memilki basis organisasi yang sama, yakni Islam. “Seharusnya penetapan hari raya ataupun Ramadhan tidak perlu berbeda,” ujarnya.

Namun, pihaknya tidak ingin disebut sebagai penyaing lembaga yang telah ada. Tapi malah melengkapi yang sudah ada, yakni dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dirasa belum dilakukan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement