REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Marsekal Madya Eris Herryanto meluruskan adanya dugaan penggelembungan pembelian enam unit pesawat tempur Sukhoi Su-30MK2 dari Rosoboronexport, Rusia. Eris menjelaskan, kemenhan mendapat anggaran yang direncanakan Bappenas dan Kementerian Keuangan. Karena produsen Sukhoi adalah satu-satunya perusahaan dari Rusia, maka langsung berhubungan dengan Rosoboronexport.
Pihaknya menyampaikan spesifikasi yang dibutuhkan Kemenhan. Setelah disampaikan, imbuh Eris, Rosoboronexport memberi penawaran, dan pihaknya menyampaikan penawaranke Mabes TNI dan Kemenhan. Selanjutnya dilakukan sidang di Kemenhan untuk memaparkan proses dan verifikasinnya, dan mendata apa saja kebutuhan TNI AU. "Setelah match, kemudian kita ajukan ke menteri pertahanan untuk penetapan," kata Eris usai rapat Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) di Kemenhan, Selasa (6/3).
Pada rapat pertama, menurut Eris, antara yang ditawarkan Rosoboronexport dengan kebutuhan TNI AU belum pas. Pada waktu itu dia sebagai pimpinan meminta membatalkan pesanan agar perbedaan itu diselesaikan dulu. Setelah selesai, lanjutnya, lalu diadakan rapat yang berikutnya. Baru ketika semuanya setuju pihaknya mengajukan ke Menhan Purnomo Yusgiantoro.
Jadi, ia menegaskan apa disampaikan ke Menhan, tak ada hubungannya dengan rekanan. "Kita langsung ke Rosoboronexport. Kita tak menaikkan, memang harganya segitu."
Rentang kontrak pembelian enam Sukhoi Su-30MK2, pada 2007 dengan 2012, Eris melihat adanya fenomena Rubel cost, karena adanya kenaikan mata uang dan inflasi di Rusia terhadap dolar AS. Dampak dari berbagai indikator itu dihitungnya dan membuat ada penyesuaian harga kontra. "Itu dihitung smuanya. Kita tak bilang tidak ada kenaikan," papar Eris.