REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta memeriksa dana tabungan haji yang telah terkumpul. Pasalnya, hingga kini, dana tabungan haji yang terkumpul ditaksir telah mencapai triliunan rupiah.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Syamsul Ma'arif khawatir jika tidak dilakukan pemeriksaan, dana tersebut rawan diselewengkan. Menurut dia, di Jateng saja, calon jamaah haji yang mendaftar pada tahun ini baru bisa berangkat pada 2021 mendatang.
Terlebih lagi, dana yang tersimpan di bank setiap bulan mendapatkan bunga tabungan. Syamsul menyebut setiap calon jamaah haji yang mendaftar harus menyetorkan uang Rp 25 juta. "Dengan kuota haji setiap tahun 29 ribu orang, maka bisa diketahui jumlah dana terkumpul selama sembilan tahun berjalan," ujar Syamsul saat ditemui di ruangannya, Rabu (7/3).
Syamsul yang pernah menjadi Koordinator Tim Pemantau Peningkatan Pelayanan Penyelenggaraan Haji (TP4H) Jateng 2011 itu, mengatakan, dana tabungan haji harus difokuskan untuk kemaslahatan umat dan tak boleh dipergunakan untuk kepentingan lainnya. Diharapkan, pelayanan ke depannya bisa berjalan lebih baik, seperti contohnya pemondokan yang layak dan berada di dekat lokasi ibadah haji.
Politisi dari PKB ini mengimbau agar pemerintah mau melakukan moratorium pendaftaran haji. Kebijakan ini, kata Syamsul, bukan untuk mengurangi jamaah haji, melainkan untuk memperbaiki sistem pelaksanaan ibadah rukun Islam kelima tersebut.
"Moratorium perlu untuk menata sistem penyelenggaraan haji lebih baik, bukannya mengurangi calon jemaah haji," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jateng Imam Haromain Asyari membenarkan, antusiasme masyarakat Jateng untuk berhaji sangat tinggi. Hingga kini, sudah lebih 200 ribu orang yang masuk daftar tunggu ibadah haji. Calon jamaah paling banyak berasal dari Kota Semarang, Brebes, dan Jepara.