REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Indonesia perlu mengalokasikan beasiswa yang lebih banyak untuk pendidikan anak-anak miskin di Tanah Air bila ingin mewujudkan demokrasi pendidikan untuk semua (education for all). "Bea siswa untuk anak miskin masih minim sehingga perlu diperkuat. Selain Pemerintah, pihak perusahaan negara ataupun swasta juga memiliki peran yang besar dalam penyediaan beasiswa ini," kata pakar hubungan Indonesia-Malaysia, Dr Musni Umar, di Kuala Lumpur, Jumat (9/3).
Menurut dia, pendidikan untuk semua khususnya untuk anak-anak orang miskin tidak akan bisa diwujudkan tanpa ada kemauan politik yang kuat. Dikatakannya, anak-anak tersebut perlu mengikuti pendidikan di luar kampung halamannya dan tinggal di asrama. Karena, jika tetap bersama orang tua mereka di kampung, ada budaya kemiskinan yang sangat kuat memengaruhi mereka sehingga tidak akan berhasil dalam pendidikan.
"Kalaupun berhasil tidak akan bisa mengubah budaya mereka yang statis dan kurang dinamis dan progresif untuk meraih kemajuan," ungkapnya. Sedangkan berbagai perusahaan negara dan swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR) harus menyediakan beasiswa untuk pendidikan anak-anak orang miskin.
Hanya melalui pendidikan, paparnya, anak-anak orang miskin bisa keluar dari lingkaran kemiskinan dan meraih kemajuan. Malaysia merupakan contoh yang bisa ditiru anggota negara-negara ASEAN yang sedang membangun. Diungkapkannya bahwa Indonesia merupakan pendiri dan anggota ASEAN yang masih harus berjuang keras untuk mewujudkan demokrasi pendidikan dan demokrasi ekonomi.
Musni Umar mengemukakan hal itu ketika menjadi pembicara pada hari kedua dalam Roundtable Conference "Malaysia-Indonesia/Thailand/Vietnam Relations toward Strengthening ASEAN Regionalism-ASEAN: The Way Forwards," yang membawakan makalah "Education Democracy and Economic Democracy ASEAN: The Way Forwards."