Selasa 13 Mar 2012 15:05 WIB

Shafahat min Shabr Al-Ulama, Kisah Pencarian Para Ulama (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Kitab (ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Kitab (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Abu Ghaddah mengaku, menulis kitab itu bukan tanpa alasan. Semua berawal dari rasa penasaran dan rasa ingin tahunya tentang kiprah ulama dalam mencari ilmu.

“Apa tujuan dan manfaat para ahli fikih membahas kasus-kasus yang dalam hitungan akal sehat—atau bahkan, menurut fakta sehari-hari dan kacamata agama—tak pernah dan tak mungkin terjadi?’’ ujarnya. Dalam istilah fikih, kerap disebut dengan fikih nawadir.

“Apa gunanya mereka (para ulama) bersusah payah?” tulis Abu Ghaddah. Dari rasa penasaran itulah, ia melakukan penelusuran.

Ia dibuat takjub ketika membaca karya Jurji Zaidan yang berjudul Ajaib Al-Makhluqat, sebuah kitab yang mengisahkan tentang keunikan dan peristiwa luar biasa dari makhluk yang hidup di alam semesta. Terlebih, dalam buku itu sang penulis menyertakan beberapa gambar untuk memperkuat informasi yang disajikan.

Satu pernyataan Abu Ghaddah pun terjawab. Ternyata, apa yang dibahas oleh para ulama di berbagai disiplin ilmu itu adalah salah satu dari fenomana yang ada di alam semesta. Abu Ghaddah merasa, betapa seorang ahli fikih pada zaman dulu mampu memprediksikan dan membahas kasus-kasus lalu menjelaskan hukumnya. Sebuah langkah besar yang tentu memerlukan kesungguhan dan ketelatenan.

Konkretnya, tema ini sengaja dipilih oleh Abu Ghaddah tatkala tempatnya mengajar memberikan amanat kepadanya untuk memberikan pelajaran dan ceramah umum pada Fakultas Syariah di Universitas Ibnu Saud, Riyadh. Tema utama yang mesti dikupas dalam ceramahnya tersebut seputar kondisi saat para ulama dan cendekiawan Muslim masa lulu sewaktu mencari ilmu.

Abu Ghaddah mengelompokkan bentuk kesungguhan para ulama dalam dunia keilmuan ke dalam enam aspek yang berbeda. Pertama, ia mengelompokkan kisah-kisah ketangguhan para ulama untuk melakukan “wisata ilmu” atau rihlah fi thalab al-ilm.

Kedua, ia menceritakan tentang keseriusan para ulama dengan meninggalkan segala bentuk kenikmatan, baik tidur di waktu siang dan malam hari, maupun rasa nikmat lainnya.

Ketiga, kesabaran dan penerimaan mereka terhadap kondisi perekonomian dan sulitnya hidup. Keempat, Abu Ghaddah menceritakan ketangguhan para ulama untuk menahan lapar dan dahaga selama menuntut ilmu.

Kelima, para ulama yang kehabisan bekal dan ongkos saat menuntut ilmu dan perjuangan mereka dalam keterasingan. Keenam, mengisahkan tentang kesulitan yang dialami oleh para ulama tatkala buku mereka raib atau hilang, dicuri, serta terbakar.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement