REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti ICW, Donald Fariz, sepakat dengan pernyataan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas yang menyatakan telah terdapat kelas baru koruptor di tanah air. Menurut Donald, saat ini generasi baru koruptor tersebut tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional dalam melakukan korupsi.
"Salah satu modus koruptor jenis baru adalah menguasai partai politik tertentu. Dengan demikian yang bersangkutan memiliki anggota yang berada di parlemen yang bisa mengakomodir kepentingan bisnisnya. Modus ini dinamai state capture corruption," kata Donald kepada Republika, Jumat (16/3).
Menurut Donald, korupsi bukan soal tua-muda serta juga tidak memandang gender. "Korupsi adalah bicara soal kepentingan," katanya.
Solusi memutus regenerasi koruptor, kata dia, adalah dengan cara mengurangi kewenangan-kewenangan suatu lembaga pemerintahan. Ia mencontohkan DPR dimana memiliki sejumlah fungsi seperti budgeting, legislasi, dan pengawasan.
"Seharusnya kewenangan DPR dikurangi karena sudah terjadi distorsi dalam penerapan fungsi-fungsi lembaga tersebut," katanya.
Seperti teori yang diungkapkan Busyro, korupsi adalah adanya penguatan monopoli, diskresi, serta minusnya akuntabilitas. Penyelesaiannya pun dengan cara kebalikan dari itu, yakni meningkatkan akuntabilitas dan mengurangi diskresi dan monopoli.
"Namun konkretnya kita memang masih bergantung pada KPK, mengingat saat ini sulit berharap dari lembaga-lembaga penegak hukum yang lain," ujar Donald.