REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Keputusan penghentian impor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja Filipina oleh kerajaan Arab Saudi menandakan masih adanya impor tenaga kerja, walau sudah ada moratorium pengiriman TKI ke negara itu. Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo mengungkapkan adanya keputusan impor TKI itu justru memperlihatkan pemerintah tak memegang komitmen moratorium yang dilakukan Agustus 2011 lalu.
"Berarti selama ini masih ada pengiriman secara sembunyi-sembunyi," ujar dia, Ahad (18/3). Meskipun selama ini pemerintah mengklaim tidak ada pengiriman TKI baru, menurut Wahyu kebenaran itu harus di cek. Ia khawatir banyak TKI baru yang berangkat ke Arab Saudi, namun lebih dulu transit di negara lain seperti Uni Emirat Arab atau Oman.
Beberapa kali ia menemui kasus yang begitu pasca moratorium. Menurut dia, pengawasan pengiriman TKI pascamoratorium masih banyak yang 'bolong'. Wahyu juga mengira upaya penghentian impor TKI sebagai sinyal pemerintah Arab tidak punya komitmen memberikan perlindungan kepada TKI dan tenaga kerja Filipina. "Artinya mereka berpendapat selama ini perlindungan TKI dan Filipina itu merepotkan," kata dia.
Meskipun pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepatakan dengan pihat swasta Arab tentang perlindungan TKI, menurut Wahyu kesepakatan itu tidak sah. Ia berpendapat kesepakatan itu tidak pantas karena ditandatangani oleh swasta Arab dan pemerintah Indonesia. Seharusnya, kesepakatan itu ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab.
Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia menandatangani kesepakatan dengan ISSP, LSM di Arab yang berkomitmen memberikan perlindungan TKI. Dalam kesepakatan itu, pihak ISSP bersedia memberikan perlindungan bagi TKI yang bermasalah di Arab. Semua biaya yang menyangkut TKI ditanggung oleh majikan.