Jumat 23 Mar 2012 16:26 WIB

Revolusi Bergulir, Perdagangan Mesir-Indonesia Tetap Mulus

Bendera Indonesia-Mesir (ilustrasi)
Bendera Indonesia-Mesir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Mesir memang masih dalam suasana revolusi pascarezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak tahun silam. Namun, terlepas dari situasi politik negara Mesir, laju pertumbuhan perdagangan RI-Mesir cukup mencengangkan, mencapai 48 persen.

Menurut data KBRI Kairo yang disadur dari Badan Pusat Statistik (BPS, dahulu Biro Pusat Statistik),Jumat (23/3), total nilai kerja sama perdagangan RI-Mesir pada 2011 mencapai 1,58 miliar dolar AS, meningkat 48,5 persen dibanding tahun sebelumnya tercatat sebesar 1,07 miliar dolar.

Komoditas perdagangan kedua negara didominasi oleh barang nonminyak dan gas (migas),  Dari data perdagangan tersebut, total nilai ekspor RI ke negara Piramida itu pada 2011 mencapai 1,397 miliar dolar dibanding impor Mesir 191 juta dolar, atau surplus bagi Indonesia mencapai 1,206 miliar dolar.

Minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) menempati urutan teratas komoditi andalan ekspor Indonesia ke Mesir mencapai 457,67 juta dolar pada 201. Angka itu meningkat 116,7 persen dibanding 211,14 juta dolar tahun sebelumnya.

Barang andalan lainnya mencakup komponen otomotif, ban kendaraan bermotor, batterai kendaraan, peralatan kantor, kosmetik, sabun, perhiasaan, pakaian batik, perabotan perkantoran dan rumah tangga, dan pakaian jadi, di samping bahan makanan olahan.

Sementara itu, data BPS yang disadur KBRI Kairo tersebut berbeda dari data Pusat Statistik Mesir (CAPMAS), yang mencatat perdagangan kedua negara sepanjang 2011 maningkat tajam mencapai 73,7 persen, yaitu tercatat 942,65 juta dolar dibanding tahun sebelumnya terdata 639,71 juta dolar.

Kepala Fungsi Ekonomi merangkap Pelaksana Tugas Atase Perdagangan KBRI Kairo, Walther Soetjahjo Karjodimedjo, menilai perbedaan kedua pusat statistik itu karena terjadi kemungkinan praktek penulisan under invoice dari pengusaha Mesir.

"Ada kemungkinan pengusaha Mesir melakukan praktek pencatatan under invoice untuk menghindari pajak bea masuk setempat," katanya. Walther mememberi contoh, bisa satu jenis barang dari Indonesia seharga 10 dolar, maka penguasa Mesir mencatatnya hanya lima dolar untuk menghindari pajak.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement